Lamongan – Mantan ketua umum PP Muhammadiyah, Syafii Ma’arif mengaku sangat terharu hingga kehabisan kata-kata saat menyaksikan persmian masjid dan TPA Baitul Muttaqin yang dilakukan badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Kampung halaman terpidana mati kasus terorisme, Amrozi, desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Dengan mata yang berkaca-kaca, sosok yang akrab disapa Buya itu mengaku sangat bersyukur dapat hadir dan menyaksikan peristiwa yang sangat penting ini. Di tempat ini, ujar Buya, telah lahir orang-orang hebat dengan kemampuan yang luar biasa. Hanya saja, kehebatan itu sempat digunakan untuk hal-hal yang destruktif. Sebab di kampung kecil inilah bom seberat 1,2 ton yang diledakkan di pulau Bali diciptakan. Tapi kini, dengan munculnya Yayasan Lingkar Perdamaian dan peresmian pusat dakwah Islam moderat ini, Buya memandang kehebatan warga desa Tenggulun telah kembali ke trek yang benar.
Ia pun yakin dari tempat ini akan muncul paham-paham Islam yang moderat dan toleran. Baginya, pemahaman Islam yang moderat sangat diperlukan saat ini, terutama karena Islam mulai sering disalahartikan oleh kelompok-kelompok yang benci perdamaian. Mereka akan menjadikan Islam sebagai alat untuk memusuhi kelompok lain yang berbeda.
“Ini adalah rongsokan peradaban Arab yang sedang kalah!” tegasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa masyarakat kita saat ini tengah dihinggapi oleh missguided Arabism atau Arabisme salah arah. Hal ini ditunjukkan salah satunya dengan menganggap bahwa segala hal yang berbau Arab pastilah ajaran Islam.
“Bangsa Arab memang mengerti bahasa Arab, tetapi apa mereka paham alquran? Belum tentu,” jelasnya.
Buya mengungkapkan keyakinannya bahwa dari desa Tenggulun ini akan lahir pemikiran-pemikiran Islam yang bukan bagian dari missguided Arabism. Ia pun tidak ketinggalan memberikan apresiasi tinggi kepada kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen. Pol. Suhardi Alius, MH., yang menginisiasi program ini. Buya menyebut kepala BNPT telah melakukan pendekatan hati; sebuah pendekatan yang melampaui berbagai teori.
Buya pun mengakui bahwa upaya menarik kembali mantan-mantan teroris ke jalan yang benar tidaklah mudah dilakukan, terutama karena mereka telah mengalami ‘cuci otak’. Namun dengan pendekatan hati ini, ia yakin para mantan kombatan itu benar-benar kembali ke jalan yang benar.
“Kalau itu terjadi, saya rasa Indonesia nanti akan menjadi contoh bagaimana menangani terorisme di dunia,” lanjutnya.
Di akhir sambutannya, Buya mengajak kepada seluruh mantan kombatan teroris yang hadir, termasuk kepada warga tenggulun yang memadati areal komplek baitul Muttaqin untuk menyalurkan kehebatannya di jalan-jalan yang benar, sehingga mereka dapat menjadi rahmatan lil alamin.