Jakarta – Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis menghadiri Konferensi Internasional tentang Konsolidasi dan Koordinasi Tokoh Umat Islam di Mekkah, Arab Saudi. Acara yang dibuka Menteri Urusan Agama Islam, Dakwah dan Bimbingan Kerajaan Arab Saudi ini dihadiri 83 negara, para ulama, mufti, dan da’i internasional.
”Pembahasan utama tentang merekatkan persatuan umat Islam di seluruh dunia atas asas keagamaan Islam yang moderat (wasathi), toleran dan inklusif,” ujarnya, Minggu (13/8/2023).
Menurut Kiai Cholil, tema dalam pertemuan tersebut diulas sedari awal pembukaan oleh para ulama agar bisa menyelaraskan antara ajaran Islam yang ideal dan kenyataan umat yang penuh dinamika. Kiai Cholil menilai, persoalan yang muncul di masyarakat hingga memicu perpecahan akibat fanatik buta terhadap golongannnya sendiri dan terkadang disertai dengan mengkafirkan kelompok lain yang berbeda pendapat.
“Pemahaman seperti ini, agama menjadi malapetaka karena kesalahan dalam memahami teks agama,” ujarnya.
Kiai Cholil menyebut, pada sessi kedua konferensi internasional diulas juga tentang kenyataan dan harapan hubungan antara dunia Islam dan Kerajaan Arab Saudi. Bahkan peserta dipersilakan untuk mengajukan kritik sebagai harapan dan upaya memperbaiki hubungan dan memperkuat kerja sama antar lembaga keumatan dan kemasyarakatan umat di dunia Islam.
Sedangkan di sesi lainnya, kata Kiai Cholil, mendiskusikan tentang wasathiyatul Islam secara konsepsional dan praktiknya di beberapa negara.
”Kami dari Indonesia memaparkan tentang wasathiyatul Islam yang sudah menjadi arus utama paham keagamaan. Hal ini menjadi tema Muktamar NU dan Muhammadiyah juga Musyawarah Nasional (Munas) MUI. Pada prinsipnya Indonesia mampu menjaga kesatuan dan persatuan dengan banyak ragam etnis dan agama karena mayoritas umat berpaham Islam wasathi,” ujarnya.
Kiai Cholil menyebut, peristiwa terorisme dan ekstremisme bahkan pengeboman terjadi karena masih adanya sebagian umat yang punya paham eksklusif dan biasanya tak berafiliasi dengan organisasi kemasyarakatan Islam besar di Indonesia. Ekstremisme di tengah-tengan umat menjadi tugas ulama dan tokoh umat untuk terus menyerukan damai dan memahami Islam yang benar.
“Sebenarnya sumber ekstremisme, baik kiri maupun kanan itu karena paham agama yang tidak proporsional. Biasanya memahami ajaran Islam yang salah antara keleluasaan agama (rukhshah) dan ketetapan yang pasti dalam agama (‘azimah),” ucapnya.