Jakarta – Indonesia tengah menghadapi ancaman terorisme global. Itu tidak lepas dari keberadaan kelompok militan ISIS yang kini banyak menimbulkan Foreign Terrorist Fighter (FTF). Hal itulah yang mendasari BNPT terus melakukan berbagai upaya penanggulangan terorisme demi untuk meredam dan mencegah aksi terorisme di Indonesia. Salah satunya memperkuat koordinasi internasional untuk mengantisipasi FTF tersebut.
“Kita menghadapi jaringan terorisme global. ISIS Menimbulkan FTF yang merupakan kelompok pro kekerasan yang menganut doktrin sama sehingga mereka menjadi tertarik untuk berangkat ke sana (Suriah dan Irak). Mereka menganggap di sana sudah ada khilafah sehingga menjadi magnet untuk berkumpul. Itulah yang menyebabkan munculnya FTF dari Eropa, Amerika, bahkan dari Indonesia sudah ada 600 FTF di Suriah dan mereka memahami itu sebagai konsep hijrah,” papar Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Tito M Karnavian, MA, PhD pada pembukaan Workshop Pelatihan Duta Damai Dunia Maya di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
Komjen Tito menerangkan, hijrah dan FTF itu itu adalah salah satu strategi ISIS yang selalu mengadopsi pemikiran Nabi Besar Muhammad SAW untuk meyakinkan para anggotanya dengan konteks kekinian. Dulu Nabi Muhammad SAW saat diserang kaum Quraisy melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah, kemudian membentuk Koidah Aminah (tempat aman yang menjadi cikal bakal negara Islam). Kemudian dikembangkan dengan cara negosiasi maupun perang. Berawal dari situlah terbentuk kekhalifahan di Eropa Utara, Eropa Selatan, Xinjiang, sampai ke Checnya.
“Dengan meyakini adanya khilafah, mereka (teroris) lalu melakukan proses hijrah. Itulah yang membuat menghadapi terorisme global dan yang membedakan dengan jaman terorisme lokal dulu seperti DI/TII,” lanjut Komjen Tito.
Selain itu, terorisme semakin mengglobal dengan adanya internet. Kalau dulu, jaringan teroris terbangun dengan network. Contohnya, Al Qaeda berkumpul di Afganistan kemudian pulang membentuk tim inti dengan bantuan network system di seluruh dunia sehingga terjadi serangan di seluruh dunia. Tapi sekarang, dengan adanya internet, mereka menggunakan metode IT (dunia maya).
“Kemajuan IT membuat lahirnya dunia baru yaitu dunia maya dengan segala macam karakteristik. Ada netizen yang membuat globalisasi dunia menciut dalam hitungan detik, dunia jadi sempit. IT ini juga membuat peran daripada media menguat, media jadi pilar keempat demokrasi. Media mampu mendikte, membentuk, dan mengumpulkan orang. Bahkan kedepan diperkirakan media massa akan dikalahkan sosial media,” papar Mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Ini pun ditangkap oleh jaringan terorisme. Menurut Komjen Tito, mereka memanfaatkan dunia maya untuk mensosialkan cyber jihad. Ada juga cyber jihadis. “Apa yang mereka lakukan? Mereka berkomunikasi antar mereka dan itu berkembang dan selalu terjadi perlombaan dengan aparat. Mereka juga menggunakan cyber training recruitment. Gak kenal siapa, tapi bisa masuk ke situ, termasuk penyebaran ideologi radikal. Itulah yang memunculkan fenomena jihad tanpa pemimpin. Dulu JI dipimpin Abubakar Baasyir, JAT dipimpin Aman Abdurrahman, sekarang jihat mereka tanpa pemimpin atau disebut lone wolf,” jelasnya.
Komjen Tito Karnavian mencontohkan aksi penembakan di Orlando, Florida, Amerika Serikat. Pelaku teror itu tak terkait dengan jaringan, tapi terakhir diklaim ISIS. Menurutnya, aksi lone wolf ini akan lebih sulit dideteksi karena beraksi sendirian. Dengan sekali lepas tembakan, puluhan korban meninggal langsung jatuh.