Banjarmasin – Guru lintas agama diajak untuk menanamkan damai beragama di sekolah. Ajakan itu mengemuka dala kegiatan Camping Keberagaman yang digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Selatan (Kalsel), Rabu (2/8/2023).
Ketua FKPT Kalsel Aliansyah Mahadi di Banjarmasin menjelaskan kegiatan itu diikuti sejumlah guru agama baik Islam, Katolik, Protestan, Buddha maupun Hindu dari jenjang pendidikan PAUD sampai sekolah menengah atas (SMA) sederajat yang mempunyai peran penting dalam memberikan pemahaman keberagaman di sekolah.
“Para peserta diberikan materi pencegahan terorisme di lembaga pendidikan berbasis agama dan kearifan lokal,” katanya.
Selain itu, para peserta juga melakukan kolaborasi pembuatan video sebagai bahan kampanye damai beragama dan bahan ajar serta ditutup dengan aksi nyata deklarasi damai guru lintas agama.
Aliansyah mengungkapkan indeks potensi radikal di Kalsel mengalami penurunan dari 10,4 persen pada 2019 menjadi 10,2 persen pada 2022. Hal tersebut menunjukkan keberhasilan segala upaya selama ini dalam pencegahan terpaparnya masyarakat dari paham radikal.
“Ini berkat kerja bersama pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang sudah luar biasa mendukung setiap kegiatan edukasi dan penyuluhan yang kami laksanakan,” kata Aliansyah didampingi Kabid Wasnas dan Penanganan Konflik Kesbangpol Kalsel Agus Prabowo.
Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT Kolonel (Czi) Rahmad Suhendro mengatakan kegiatan tersebut sangat penting karena para guru mata pelajaran agama menjadi garda terdepan menanamkan keberagaman di sekolah.
“Melalui para guru nilai-nilai untuk saling menghargai perbedaan agama akan ditanamkan kepada siswa,” kata Rahmad.
Oleh karena itu, fungsi guru yang melakukan transfer ilmu dan etika perilaku ke siswanya dapat terus dikuatkan termasuk perihal perbedaan agama dan keyakinan. Menurut Rahmad, potensi ancaman paham radikal di Kalsel terbilang relatif rendah alias dalam kondisi aman.
Meskipun demikian, generasi muda bisa mudah terpapar melalui media sosial yang begitu gampang diakses kapan pun dan di mana pun sepanjang ada jaringan internet.
“Hal ini pula perlu mendapatkan perhatian dari para guru bagaimana siswa diedukasi bermedia sosial yang sangat rawan disusupi kampanye paham radikal,” ujarnya.