Guru bersama Lembaga Pendidikan harus bisa kembangkan Islam yang Washatiyah

Jakarta – Guru dan lembaga pendidikan itu harus mengembangkan Islam yang washatiyah, berada di tengah-tegah, bersikap adil, tidak berada di (ekstrem) kiri atau kanan, sebagai gerakan tengahan dan bertumpu pada predikat umat Islam sebagai umat Al-Qur’an.,

Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si. dalam sambutannya saat membuka Sarasehan dan seminar online mengenai Pencegahan Radikalisme dan Terorismedi Kalangan Guru Muhammadiyah tingkat SMA, SMP sederajat yang ada di Provinsi DI Yogyakarta.

Seminar yang digelar pada Kamis (23/7/2020) siang. merupakan kerjasama antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan Muhammadiyah sebagai bentuk pencegahan paham radikal terorisme di lingkungan guru.

“Ini sebagaimana tercantum dalam Surat Al Baqarah ayat 143, ‘Wa każālika ja’alnākum ummataw wasaṭal litakụnụ syuhadā`a ‘alan. Sebagaimana maskudnya yaitu kami telah memberi kalian kiblat yang Kami ridai untuk kalian, Kami pun telah menjadikan kalian sebagai umat terbaik, adil dan moderat di antara umat-umat lainnya, baik dalam hal akidah, ibadah maupun muamalah,” ujar Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si.,

Untuk itu Haedar pun meminta para guru untuk selalu mengajarkan nila-nilai tengahan .Dimana nilai tengahan itu bukan tidak punya prinsip, punya prinsip. Dimana orang tersebut punya prinsip, namun punya prinsip dan bisa membedakan mana aqidah, mana yang ibadah dan mana yang muamalah duniawiah.

“Urusan urusan muamalah duniawiyah itu urusan yang fleksibel. Nah guru itu perlu menanamkan nilai-nilai Islam yang wasathiyah, yang Rahmatan Lil Alamin yang berkemajuan dan jangan terbawa arus oleh pikiran-pikiran yang justru menyesatkan lagi. Ada orang yang ingin merendahkan orang yang punya sikap moderat atau tengahan. Padahal moderat atau tengahan itu sudah prinsipnya,” kata Haedar..

Termasuk terhadap anak-anak yang kecil. misalkan karena pikirannya ektrim, seperti jangan nyanyikan lagu Indonesia Raya, yang dinilai oleh anak tersebut adalah sesuatu hal yang musyrik. Nah padangan padangan hal seperti sudah mulai masuk pada pandangan yang ekstrem.

“Lalu ada lagi contohnya ada yang mengatakan ‘Jangan menghormat bendera, tapi hormat kepada Allah saja’. Hormat pada Allah itu tidak boleh disamakan hormat kepada bendera. Sama seperti ngapain takut sama virus corona, takut sama Allah. Yang berpendapat seperti itu yang sebenanrya ekstrem, menyamakan ketakutan kepada Allah dengan ketakutan pada Corona,” ujar Haedar.

Untuk itu kepada sekitar 100 orang guru di lingkungan Muhammadiyah yang mengikuti seminar tersebut Haedar meminta kepada para guru untuk bisa memwasathiyahkan menengahkan terhadap orang-orang yang memiliki pandangan ektrim tersebut.

“Saya percaya UMY dengan berbagai institusi dapat bekerjasama dengan BNPT dan berbagai pihak lainnya untuk dapat mengembangkan Islam yang wasathiyah, sekjaligus juga berbangsa dan bernegara yang wasathiyah. Termasuk kepada mereka yang berbangsa bernegara, termasuk paham nasionalisme, mereka yang nasionalisme pun harus wasathiyah,” ujarnya.

Dirimya meminta kepada semua pihak untuk tidak membawa Indonesia dan Pancasila ini menjadi negara Khilafah atau negara agama, Dirinya juga meminta kepada umat Islam di negeri ini untuk tidak membawa Indonesia dan negara Pancasila itu menjadi negara dan bangsa yang sekular, komunis dan paham-paham lain yang bertentangan dengan Pancasila dan agama yang hidup di Republik tercinta ini

“Saya yakin bahwa usaha pendidikan itu untuk mencerdaskan, mencerahkan Islam yang wasathiyah, dakwah yang wasathiyah dan jihad yang wasathiyah itu penting untuk kita baagun dan kita kembangkan bersama,” ujarnya.