Jakarta – Aksi terorisme tidak hanya menghilangkan nyawa banyak orang, tetapi juga memiliki dampak jauh pasca terjadinya serangan. Dampak itu meliput ketakutan dari banyak warga masyarakat karena tindak terorisme ini juga merupakan propaganda kekerasan. Tindak terorisme ini juga menghancurkan sebuah negara demokrasi karena mencapai tujuan dengan jalan kekerasan dan bahkan dapat menyebabkan konflik diantara sejumlah negara.
Hal itu menjadi salah satu pembahasan dalam Seminar International Dangers of Terrorism: Commemorating the Tragedy of 26/11 Mumbai Terror Attacks di Universitas Muhammadiyah Jakarta, hari Kamis (24/11/2022). Hadir dalam seminar ini dua pakar dari India Letjen (Purn) Shokin Chauhan, Former Director-General of the Assam Rifles, dan Dr. Sameer Patil, Senior Fellow at the Observer Research Foundation (ORF).
Sedangkan hadir di Gedung Kasman Singodimedjo, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Sri Yunanto, dosen Magister Ilmu Politik, FISIP UMJ dan Veeramalla Anjaiah, Senior Research Fellow at CSEAS Indonesia. Sedangkan Prof. Dr. Irfan Idris, MA. Direktur Deradikalisasi Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) hadir secara online.
Seminar ini dihadiri sekitar 86 peserta mahasiswa dan dosen serta secara langsung dan ditayangkan di You Tube Channel FISIP UMJ. Seminar ini merupakan kerjasama Prodi Ilmu Politik dan Magister Ilmu Politik dengan kelompok Sahabat India di Indonesia. Acara ini juga didukung Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Ma’mun Murod M.Si dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dr. Evi Satispi M.Si.
Shokin Chauhan mengatakan tindakan terorisme ini adalah sebuah pemaksaan kehendak sekelompok orang dengan menghilangkan nyawa orang. Seperti dilakukan dalam insiden di Mumbay 2008 yang menelan korban 165 orang meninggal. Lashkar-e-Taiba (LeT) dalam aksi teror di Mumbai melakukan serangan di berbagai tempat selama tiga hari. Mereka ingin memaksakan keinginannya terhadap pemerintah India.
Ia menilai tindakan terorisme telah mengakibatkan ancaman perang diantara India dan Pakistan. Semula Pakistan membantah dari negaranya namun kemudian mengakui anggota Lashkar-e-Taiba (LeT) berasal dari negaranya. Dimensi inilah yang menyebabkan konflik baru diantara India dan Pakistan selain masalah Kashmir.
Dr Sri Yunanto dari FISIP UMJ membenarkan pandangan Letjen (Purn) Shokin adanya hubungan India dan Pakistan yang memburuk akibat tindak terorisme di Mumbai waktu itu. Disebutkan alasan memburuknya hubungan karena tuduhan bahwa Dinas Intelijen Pakistan mendukung dan melatih Lashkar-e-Taiba (LeT).
Sementara Veeramalla Anjaiah, peneliti senior Fellow at CSEAS Indonesia menjelaskan, serangan terhadap Mumbai yang menelan korban banyak itu dilakukan tiga hari dalam lima gelombang. Gelombang pertama dilakukan Ismail Khan di Stasiun Kereta Api Chatpathi Shivaji. Gelombang kedua serangan berlangsung di kafe Leopol.Serangan ketiga di Hotel Taj Mahal. Serangan keempat di Hotel Oberai dan Trident. Serangan kelima di Rumah Nariman.
Veeramalah berharap tragedi Mumbai ini tidak dilupakan begitu saja. Selain itu keadilan terhadap para pelaku masih harus terus diupayakan sebagai penghormatan terhadap korban tindak terorisme.
Di bagian lain, Prof. Dr. Irfan Idris, MA. Direktur Deradikalisasi Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjelaskan belajar dari berbagai tindak terorisme baik di Mumbai India dan sejak bom Bali, Indonesia memiliki strategi nasional pencegahan terorisme melalui UU No 5 Tahun 2018. Dalam UU ini disebutkan bahwa pencegahan tindak terorisme melalui pendekatan soft power dan hard power.
Pelaksanaan program deradikalisasi di Lapas dilakukan secara terpadu, sistematis, dan berkesinambungan sepanjang tahun 2022 dengan menempatkan personel dari Subdit Pengembangan Lapas di wilayah Nusakambangan dan Gunung Sindur, katanya. Ditambahkan, pelaksanaan Program Deradikalisasi melalui Keluarga, Tersangka, Terdakwa, dan Narapidana, (Tahanan Teroris) dilakukan untuk memberikan penghargaan kepada narapidana yang telah kooperatif menghadirkan keluarganya.