Jakarta – Gugus Tugas Pemuka Agama Dalam Rangka Pencegahan Terorisme harus segera mengimplementasikan program-programnya di tengah masyarakat. Apalagi akhir-akhir ini bangsa Indonesia banyak menghadapi permasalahan terutama radikal intoleran atas nama agama. Karena itu, peran Gugus Tugas Pemuka Agama ini menjadi vital untuk memberikan pencerahan dan pelurusan ajaran agama yang benar untuk menciptakan perdamaian dan persatuan di tengah keragaman Indonesia.
Hal itulah yang mendasari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) langsung bergerak bersama Gugus Tugas Pemuka Agama untuk merumuskan program kerja tahun 2021, setelah dilakukan pelantikan Gugus Tugas Pemuka Agama bulan lalu. Perumusan itu dilakukan dalam kegiatan “Sarasehan dan Muhasabah Gugus Tugas Pemuka Agama BNPT” di Jakarta, 27-31 Desember 2020.
“Bapak Kepala BNPT tidak ingin Gugus Tugas Pemuka Agama tidak hanya formalitas, tetapi harus segera ditindaklanjuti dengan pembuatan program agar implementasi bisa segera dirasakan masyarakat,” ujar Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis saat membuka kegiatan tersebut, Senin (28/12/2020) malam.
Tak lupa Hendri mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta yang terdiri dari berbagai ormas keagamaan moderat di Indonesia atas kesediaannya mengikuti sarasehan dan muhasabah, meski waktunya mepet dengan Hari Natal dan Tahun Baru 2021. Karena itu, Hendri meminta para peserta bisa aktif memberikan masukan dalam penyusunan program itu.
“Meski waktunya mepet, kita harus memanfaatkan sarasehan ini. Silakan beri masukan agar program Gugus Tugas Pemuka Agama 2021 benar-benar tepat guna di tengah masyarakat. Karena masalah intoleransi di Indonesia saat ini masih menjadi ancaman nyata,” imbuh mantan Dansat Intel BAIS TNI ini.
Ia mengungkapkan, bahwa Presiden Joko Widodo selalu mengatakan bahwa ada tiga ancaman nyata yang mengancam masyarakat Indonesia yaitu korupsi, narkoba, dan intoleransi. “Intoleransi kalau dibiarkan akan jadi radikalisme, dan radikalisme kalau dibiarkan akan jadi terorisme,” tukasnya.
Ia mengungkapkan, akhir tahun ini BNPT merilis hasil penelitian dengan bekerjasama dengan berbagai lembaga survei. Dari survei itu diketahui Indeks Potensi Radikalisme di Indonesia menurun drastis dari kurun waktu 2018-2020. Dengan skala 1-100, tahun 2018 nilainya 55,2 persen, kemudian turun jadi 38,4 persen 2019, dan tahun 2020 turun lagi menjadi 14,0 persen.
“Artinya apa, radikalisme di Inodnesia turun dratis. Tapi kita tidak boleh terlalu berbangga dan lengah. Kita harus terus memerangi radikalisme dan intoleransi ini dengan upaya-upaya pencegahan seperti melalui Gugus Tugas Pemuka Agama ini,” ungkap Hendri.
Ia berharap keberadaan Gugus Tugas Pemuka Agama dengan program-program yang dijalankan tahun depan, Indeks Potensi Radikalisme ini bisa terus turun.
“Sumbangan pemikiran dari bapak ibu sekalian ini sangat penting untuk pencegahan terorisme. Sehingga awal tahun 2021 kita bisa berlari melaksanakan program itu. Jadi tidak hanya seremonial, tapi langsung immplementasi di lapangan,” tandas Hendri.