Grand Strategy Deradikalisasi (Kado Ulang Tahun BNPT)

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) yang dibentuk pada tanggal 16 Juli tahun 2010 kini telah genap berusia 6 Tahun. Badan negara yang dibentuk pada masa pemerintahan Presiden RI Soesilo Bambang Yudoyono ini bertugas mengkoordinasikan strateg, kebijakan dan program serta membentuk satuan tugas dalam penanggulangan terorisme di negara republik Indonesia.

Dalam usianya yang genap 6 tahun, BNPT banyak mendapat tantangan, harapan bahkan cemoohan dari banyak pihak yang datang dari masyarakat Indonesia sendiri. Namun demikian, tidak sedikit masyarakat dunia yang ingin belajar dari BNPT mengenai strategi, kebijakan dan program yang dilaksanakan.

Respon miring dari sebagian masyarakat yang menyikapi badan negara ini berasal dari mereka yang tidak tahu badan negara ini dengan baik. Mereka adalah orang-orang yang belum tahu, serta mereka yang tidak mau tahu, bahkan ada juga masyarakat yang seolah-olah tahu peran, eksistensi, tugas pokok badan ini terkait dengan penanggulangan terorisme, padahal nyatanya tidak.

Kelompok yang tidak mengetahui dan juga belum mengetahui dapat diinformasikan dengan proses sosialisasi serta melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan kontra radikalisasi, tetapi kelompok yang tidak mau tahu dan kelompok yang seolah-olah tahu,  menjadi tantangan tersendiri bagi BNPT dan komunitas masyarakat sipil yang mengemban tugas mengantarkan republik ini ke panggung kompetisi dunia dalam mewujudkan kedamaian dan ketenteraman.

Bagi masyarakat yang tidak mau tahu namun berlagak seolah-olah tahu tentang keberadaan badan negara yang bertugas mengkoordinasikan upaya pencegahan dan rehabilitasi, memiliki pemahaman yang tidak komprehensif, di antaranya menganggap BNPT sama dengan Densus 88 AT.

Sementara keberadaan satuan tugas detasemen khusus 88 anti teror polri berada di bawah Kapolri. Sedangkan BNPT berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Demikian pula BNPT merupakan badan negara yang bertugas mengkoordinasikan penanggulangan terorisme, sementara densus 88 AT polri, merupakan satgas yang bertugas menindak pelaku tindak pidana terorisme. Jelas sekali perbedaan antara kedua institusi tersebut dan tidak mungkin dipersamakan.

Banyak best practices dan lesson learnt yang ditorehkan BNPT dalam usianya yang masih relatif muda. Keberhasilan tersebut, di antaranya secara global mencegah terjadinya ledakan bom seperti yang pernah terjadi sejak tahun 2002 hingga tahun 2005.

Dari segi penindakan, dunia mengakui Indonesia yang berhasil menumpas kejahatan kemanusiaan terorisme; tidak ada kasus terorisme yang lepas dari penindakan yang dilakukan oleh kepolisian, namun dari segi pencegahan, Indonesia belum bisa berbuat banyak sebab belum ada regulasi yang tegas dapat menghentikan upaya penanaman kebencian dan penyebaran permusuhan sebagai cikal bakal lahirnya radikalis yang melahirkan teroris.

Namun demikian, upaya pencegahan terus diupayakan dengan memainkan strategi kontra radikalisasi, kontra narasi, kontra propaganda dan kontra radikalisasi. Strategi tersebut dilaksanakan secara koordinatif, holistik dari hulu ke hilir, serta integratif.

Upaya pencegahan lainnya adalah membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 32 wilayah propinsi di seluruh Indonesia. FKPT sebagai mitra strategis BNPT di daerah juga merupakan ting tank dan perpanjangan tangan BNPT di daerah. Hal tersebut ditempuh sebagai upaya mempermudah koordinasi dan pelaksanaan program pencegahan BNPT di setiap wilayah karena eksistensi BNPT di daerah belum ada regulasi yang dapat dijadikan dasar dalam membentuk badan penanggulangan terorisme pada tingkat daerah, sama halnya dengan badan-badan negara lainnya seperti BNPB, BIN dan BNN.

Kehadiran forum tersebut disambut baik oleh segenap lapisan masyarakat di seluruh pelosok nusantara, termasuk tokoh agama, tokoh pendidik, akademisi, tokoh media, tokoh pemuda, tokoh adat, dan tokoh perempuan. Semuanya terlibat dalam kegiatan pencegahan dalam bentuk sosialisasi bahaya radikalisme agama dan aksi terorisme dengan aksi bom bunuh diri di tengah keramaian atau kantor kepolisian sebagai sasaran.

Ekspektasi masyarakat sangat tinggi akan peran maksimal dari lembaga ini, terlebih lagi setelah Jenderal Tito Karnavian dilantik sebagai Kapolri yang notabene Tito sebelumnya sebagai Kepala BNPT, tentu diharapkan  atensi beliau terhadap penguatan institusi dan pengembangan program, utamanya program deradikalisasi, rehabilitasi dan pencegahan, sebab Tito lebih memahamai peran, keberadaan badan ini serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki badan negara ini serta tantangan yang dihadapi BNPT yang telah diakui kinerjanya oleh dunia internasional, meski secara nasional tidak sedikit pihak yang menghendaki BNPT dibubarkan terutama kelompok teroris beserta jaringannya dan yang mendukung serta bersimpati dengan gerakan teroris yang menggunakan bahasa dan simbol keagamaan sebagai kemasan.

Gelombang lain yang juga menghendaki BNPT dibubarkan bukan dari kelompok radikal teroris saja, tetapi oknum yang merasa kecewa dengan kebijakan pemerintah dan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat secara umum tidak kalah kencangnya menyuarakan pembubaran BNPT, ini merupakan luapan kekecewaan yang tidak menyelesaikan masalah, tetapi pemerintah tetap harus secara serius menyelesaikan gelombang seperti ini.

Keterlibatan seluruh kementerian dan lembaga serta peran masyarakat sipil dapat dimaksimalkan dalam menjalankan program deradikalisasi atau pembinaan bagi masyarakat yang telah terpapar dengan faham-faham radikal terorisme. Strategi deradikalisasi yang diperankan adalah kontra radikalisasi bagi masyarakat umum yang belum terbius oleh paham yang disebarkan secara massiv, dan strategi deradikalisasi dalam arti pembinaan baik secara pribadi maupun pembinaan secara mandiri.

Pembinaan kepribadian berupaya memperkaya mindset para mantan terorisme dengan memberikan pencerahan terkait kehidupan beragama yang moderat dan kehidupan bernegara yang berkepribadian Indonesia. Demikian pula pembinaan kemandirian yang berupaya memperbanyak pelatihan berdasarkan bakat dan kemampuan warga binaan agar mereka dapat bekerja dengan keterampilan yang dimiliki, tentunya dapat mengalihkan perhatian mereka kepada kehidupan yang lebih maju dan tercerahkan.