Jakarta – Gerakan Pemuda (GP) Ansor siap menjadi pelopor pencegahan propaganda paham radikalisme melalui dunia pendidikan, terutama usia dini. Koordinasi dengan lembaga terkait wajib dilakukan untuk menyelamatkan anak bangsa dari pengaruh radikalisme dan terorisme.
“Kami akan berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk melakukan pencegahan masuknya paham radikalisme melalui buku-buku pelajaran, terutama di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-kanak (TK). Kita tidak boleh kecolongan lagi seperti kejadian di Depok beberapa hari lalu,” ujar Sekjen GP Ansor Adung Abdurrochman di Jakarta, Jumat (29/1/2016).
Seperti diketahui beberapa hari lalu, GP Ansor menemukan buku-buku pelajaran untuk PAUD/TK yang disisipi paham radikalisme. Di dalam buku berjudul “Anak Islam Suka Membaca” itu terdapat 32 kalimat yang mengarahkan kepada tindakan radikalisme di antaranya ‘sabotase’, ‘gelora hati ke Saudi’, ‘bom’, ‘sahid di medan jihad’, hingga ‘cari lokasi di Kota Bekasi’. Kemudian ada juga kalimat dan kata-kata yang mengandung radikalisme seperti ‘rela mati bela agama’, ‘gegana ada di mana’, ‘bila agama kita dihina kita tiada rela’, ‘basoka dibawa lari’, ‘selesai raih bantai kiyai’, dan ‘kenapa fobia pada agama’. Ada 5 jilid buku yang ditemukan. Ironisnya, buku-buku itu sudah dicetak sejak 1999 dan sudah mencapai cetakan ke-167.
“Itu artinya buku-buku itu sudah dicetak dalam jumlah banyak dan tersebar di mana-mana. Dari fakta itu, GP Ansor langsung bergerak meminta seluruh kader di seluruh Indonesia untuk menjaga buku-buku pelajaran yang digunakan anak-anaknya di sekolah, terutama yang masih di PAUD. Juga memantau lingkungan sekitar dengan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk mengontrol buku-buku yang digunakan di TK dan PAUD,” imbuh Adung.
Namun, Adung melanjutkan, pihaknya melarang kader Ansor untuk melakukan sweeping karena dampaknya sangat besar dalam perkembangan psikologis anak. Intinya GP Ansor akan selalu siap membantu dinas terkait dalam menjalankan pencegahan ini. Juga akan meningkatkan kewaspadaan untuk mengantisipasi trik-trik nakal para penyebar radikalisme. Apalagi penyebaran buku itu sudah berlangsung lama sehingga dibutuhkan kerja sama dan ketelitian dalam melakukan pemantauan.
Adung menegaskan, bila tidak dilakukan tindakan segera, GP Ansor khawatir efek dari penyebaran buku yang mengandung paham radikalisme ini akan sangat besar. Apalagi mereka menyasar anak-anak usia dunia sehingga perlu tindakan masif untuk memberantasnya.
“Bayangkan di jilid lima ada kata seperti bantai kiai. Dalam analisa kami, buku ini dirancang untuk indoktrinasi dan inideologisasi. Buktinya ditemukan kata-kata manhaj batil, sahid di jalan, gegana ada dimana-mana. Mereka juga menanamkan nama-nama tokoh radikal yang anak TK tidak paham seperti bin baz. Itu ulama garis keras dari Arab Saudi penganut paham salafy wahabi yang nama panjangnya kalau tidak salah Abdullah bin Baz. Mereka berusaha menanamkan ideologi keras sejak dini sekaligus menggambarkan ideologi dari penulis buku itu,” ungkap Adung.
Adung bersyukur setelah ada imbauan dari GP Ansor, Kemendikbud melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat langsung mengeluarkan edaran untuk menarik buku-buku tersebut. Bahkan Mendikbud Anies Baswedan mengancam akan mencabut izin sekolah bila masih ditemukan penggunaan buku-buku tersebut.
Tidak hanya melarang peredaran buku tersebut, Menteri Anies juga meminta agar penulis buku dan penerbitnya diekspose ke publik. Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah tonjolkan juga penulis dan penerbitnya harus diperiksa agar mereka ikut bertanggung jawab kepada publik. Maklum setiap terjadi kasus serupa, penulis dan penerbit buku tidak terdeteksi publik. Dengan diekspose, penulis dan penerbit memiliki beban moral terhadap masyarakat.