Gorontalo – Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Gorontalo, Abdullah Hayati, mengklaim daerah tempatnya tinggal merupakan kota teraman keempat didunia. Meski demikian, khusus terhadap potensi radikalisme dan terorisme, dia mengajak masyarakat untuk terus mengedepankan kewaspadaan.
Klaim itu dilontarkan Hayati saat menyampaikan sambutan di pembukaan kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme di Kota Gorontalo, Kamis (19/7/2018). Dikatakannya, Gorontalo sebagai kota teraman diakui oleh pemerintah pusat dan dunia internasional.
“Di Gorontalo kaidah Adat bersendikan Syara’ (hukum agama) dan Syara’ bersendikan Kitabullah dipegang kuat dan diamalkan dengan baik. Itu kenapa Gorontalo adalah kota yang sangat aman,” kata Hayati.
Purnawirawan Polisi berpangkat Komisaris Besar tersebut menambahkan, kaidah adat tersebut sudah selayaknya juga menjadi alasan untuk menjadikan Gorontalo aman dari radikalisme dan terorisme. “Kita sudah mampu menunjukkan hidup rukun dan gotong royong. Melalui kerukunan dan gotong royong itu pula mari bersama-sama mencegah adanya potensi radikalisme dan terorisme di tengah kita,” tambahnya.
Kepala Seksi Partisipasi Masyarakat Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Letkol. Setyo Pranowo, dalam sambutannya membenarkan apa yang disampaikan Ketua FKPT Gorontalo. Dia menyebut tidak menutup kemungkinan pelaku terorisme tinggal bermukim di tengah-tengah masyarakat.
“Banyak kasus terorisme menunjukkan, mereka (pelaku terorisme, red.) tinggal dan membaur di tengah masyarakat. Mereka tidak sebatas terus berupaya menyebarluaskan apa yang diyakininya benar, tapi mereka juga tengah menyiapkan aksi terorisme,” ungkap Setyo seraya mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada.
Menghadapi potensi radikalisme dan terorisme tersebut, peran masyarakat dari berbagai elemen sangat dibutuhkan, termasuk di dalamnya adalah penyuluh agama. “Bukan hanya (penyuluh) agama Islam, tapi juga Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu. Jika mereka (pelaku terorisme, red.) menyebut terorisme ajaran agama, mari bersama-sama kita bantah. Agama apapun tidak ada yang mengajarkan terorisme,” tegas Setyo.
Tentara yang juga menyandang gelar akademis di bidang ekonomi tersebut juga mengungkapkan, pascakasus terorisme di Surabaya, Jawa Timur, aparat keamanan terus melakukan penindakan terhadap kelompok yang diduga jaringan pelaku terorisme di Indonesia. Dia menyebut, hingga saat ini setidaknya sudah terdapat 204 orang yang ditangkap, sementara 20 lainnya terpaksa diberikan tindakan terarah dan terukur karena memberikan perlawanan.
“Langkah penindakan dengan pendekatan senjata bukanlah satu-satunya cara mengatasi terorisme. Pencegahanlah yang utama, dan kami meminta bapak dan ibu penyuluh agama bisa memaksimalkan peran di tengah masyarakat,” tandas Setyo.
Kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme di Gorontalo terlaksana atas kerjasama BNPT, FKPT Gorontalo dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Gorontalo. Tidak hanya diberikan wawasan seputar pencegahan radikalisme dan terorisme, peserta yang hadir juga akan mendapatkan pelatihan penulisan naskah dakwah yang mengedepankan penggunaan ayat-ayat kitab suci bernuansa kedamaian.
Naskah dakwah karya peserta kemudian akan dilombakan dan 32 karya terbaik akan dibukukan dan dibagikan ke masyarakat sebagai bagian dari kontranarasi terhadap radikalisme dan terorisme.