Washington – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional Global Witness mengungkapkan hasil kajian mereka perihal temuan sumber dana kelompok teroris ISIS. Hasil kajian tersebut mencengangkan; ISIS yang bergerak di Afghanistan punya pendapatan ratusan ribu dolar AS per tahun dari bisnis tambang talc ilegal – bahan baku untuk membuat bedak bayi.
Lewat jaringan bisnisnya, ISIS menyalurkan bahan baku ini ke pangsa pasar AS dan Eropa. Selain sebagai bahan baku bedak bayi, talc juga dipakai sebagai bahan baku berbagai kosmetik, cat, kertas, dan plastik.
Dari bisnis inilah ISIS bisa mendanai berbagai aksi terornya ke berbagai belahan dunia. Demikian diungkapkan Global Witness sebagaimana dilansir VOA, Selasa (22/5).
Menurut Global Witness, hasil kajian mereka juga menemukan laporan perdagangan pada 2016 yang mendata lebih kurang 560.000 ton talc diekspor dari Afghanistan.
Untuk proses ekstraksi bahan ini dilakukan di Provinsi Nangargar yang berbatasan dengan Pakistan. Milisi Taliban dan kelompok Khorasan Province yang berafiliasi dengan ISIS ditunjuk sebagai operator basis pertambangan yang ada di beberapa distrik di wilayah tersebut.
Talc dari Afghanistan, menurut Global Witness, dikirim melewati perbatasan menuju Pakistan untuk kemudian dicampur dengan hasil tambang talk lokal.
Setelah jadi, bahan baku disebarkan ke seluruh dunia. Ekspor talc dari Pakistan disebut Global Witness mencapai 60%, di mana 40%-nya menuju AS sebagai pasar terbesar.
“Akses ke penambangan talc juga menjadi sumber konflik antara kelompok bersenjata pendukung ISIS dengan milisi Taliban,” tulis laporan Global Witness.
Turut dilaporkan juga bahwa ISIS sudah mengeksploitasi sumber daya alam di Irak dan Suriah. Selanjutnya mereka juga melakukan ekspansi tambang ke Afghanistan, terutama di tambang talc.
Kelompok pendukung ISIS juga dilaporkan mengontrol sejumlah wilayah terbatas di Afghanistan. Pun begitu, wilayah terbatas yang dikontrol masuk kategori wilayah dengan kekayaan mineral, khususnya talk, kromit, dan marmer.
Global Witness menyatakan, dengan membeli produk talk, konsumen di AS dan Eropa tanpa sadar telah mendanai pemberontakan.
“Karena itu, konsumen dan perusahaan di negara-negara tersebut tanpa sadar mendanai pemberontakan Afghanistan,” tulisnya.
Kelompok advokasi itu menyerukan kepada Afghanistan dan mitra internasionalnya untuk memprioritaskan keamanan yang lebih baik di sekitar pertambangan, kontrol pada rantai pasokan, maupun reformasi hukum penambangan.
“Ini bukan hanya untuk kepentingan rakyat biasa, tetapi untuk membantu mengakhiri konflik yang telah berlangsung terlalu lama,” sebut LSM yang bermarkas di Washington DC dan London ini.