JAKARTA – Setelah kejadian bom Thamrin, timbul solidaritas dan gerakan #KamiTidakTakut mendunia di media social, membuat dunia salut terhadap keberanian masyarakat Indonesia. Gerakan #KamiTidakTakut harus jadi dukungan nyata pencegahan terorisme yang dilakukan oleh pemerintah.
“Ketidaktakutan masyarakat terhadap aksi teror kita pandang sebagai hal positif. Ini jadi modal dasar kuat untuk mendukung pemberantasan terorisme terhadap kelompok-radikal tertentu. Tantangannya, jajaran pemerintahan bisa mengubah ketidaktakutan itu menjadi sebuah dukungan nyata terhadap kegiatan pencegahan maupun penindakan terorisme di Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tentu berperan,” ujar Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani di Jakarta, Selasa (19/1/2016).
Dia menambahkan, masyarakat jadi salah satu faktor penting dalam pencegahan terorisme. Karena itu masyarakat dituntut untuk peka dan selektif dalam mengamankan lingkungannya dari kemungkinan dijadikan tempat tinggal pelaku. Selain itu, masyarakat juga dituntut meningkatkan pemahaman ideologi bangsa yaitu Pancasila serta memperkuat pemahaman agama Islam yang moderat terutama bagi umat muslim.
Politisi dari PPP itu mengungkapkan bahwa aksi-aksi terorisme tidak bisa dihabisi dengan cara-cara penindakan. Apalagi ketika proses penindakan itu mengesampingkan sisi-sisi Hak Azasi Manusia (HAM) dan menjauhi prinsip-prinsip ‘due process of law’ yang benar.
“Kedepan aspek pencegahan menjadi sangat penting dan merupakan kerja besar pemerintah bersama elemen-elemen masyarakat. Program deradikalisasi, misalnya perlu lebih diintensifkan dan diekstensifkan dengan kerjasama dengan seluruh jajaran pemerintah, lembaga negara, dan organisasi kemasyarakatan,” terang Arsul.
Terkait keberadaan kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), Arsul melihatnya dari beberapa sudut pandang. Dari satu sudut, ia menilai ISIS merupakan gerakan radikal yang harus diperangi karena melakukan kejahatan kemanusiaan dalam skala luas. Namun dari sudut pandang lainnya, ISIS juga harus dipahami sebagai respon sekelompok radikal umat Islam, yang dibelakangnya adalah kekuatan yang ingin mengacak-acak masyarakat Islam terhadap ketidakadilan barat dalam menyikapi problem kemanusiaan, ekonomi, sosial, dan politik.
“Dalam konteks sudut pandang yang terakhir ini, maka sebagai pemerintahan yang mayoritas rakyatnya adalah umat Islam, Pemerintah Indonesia perlu lebih kritis dalam merespon sikap-sikap barat ketika bersentuhan dengan dunia dan masyarakat Islam,” pungkas Arsul Sani.