Generasi Muda Wajib Waspadai Doktrin Kolonialis dengan Perkuat Solidaritas Lintas Identitas

Bandung – Generasi muda diajak untuk mewaspadai doktrin kolonialis
seperti “The strong do what they can, and the weak suffer what they
must”, serta devide et impera dengan memperkuat solidaritas lintas
identitas dan generasi.

Ajakan itu disampaikan Wakil Menteri Agama, Romo Muhammad Syafii saat
memberikan kuliah umum dalam kegiatan studium generale bertajuk
“Mewujudkan Ketahanan Nasional: Sinergi Generasi Muda dalam Mendukung
Visi Indonesia Emas 2045” di Kampus ITB, Bandung, Rabu (16/4/2025).

Dalam paparannya, Romo Syafii menekankan pentingnya memperkuat
ketahanan nasional melalui pemahaman sejarah, konstitusi, serta
penguatan nilai-nilai Pancasila.

“Generasi muda harus menjadi kekuatan pemersatu yang menjaga arah
perjuangan bangsa demi keadilan, kemanusiaan, dan kemerdekaan sejati,”
ujar Romo Syafii dalam siaran pers pada Rabu (16/5/2025).

Salah satu yang juga menjadi poin penting dalam paparannya adalah
urgensi penerapan Ekonomi Pancasila sebagai dasar pelaksanaan Pasal 33
UUD 1945. Menurut dia, ekonomi nasional tidak boleh hanya berpihak
pada inovasi pasar, tetapi harus menjamin keadilan sosial dan
kesejahteraan rakyat.

“Ekonomi Pancasila mendorong inovasi dan kebebasan pasar, namun tetap
menempatkan negara sebagai pelindung kelompok masyarakat paling
rentan,” ucap dia.

Dalam pendekatan ini, kata dia, pemerintah memiliki tanggung jawab
untuk aktif perlindungan sosial bagi kelompok lemah, sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 34 UUD 1945. Menurut dia, negara wajib
memelihara fakir miskin dan anak terlantar, serta mengembangkan sistem
jaminan sosial yang inklusif.

Romo Syafii menilai, program prioritas pemerintah seperti makan
bergizi gratis dan sekolah rakyat yang diusung Presiden Prabowo
Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merupakan contoh
konkret implementasi prinsip tersebut.

“Konstitusi kita menegaskan bahwa negara bukan hanya pelindung, tapi
juga menjadi ‘orang tua’ bagi mereka yang tidak memiliki daya.
Artinya, negara tidak boleh netral terhadap ketimpangan. Negara harus
hadir, memberi makan, pendidikan, dan perlindungan bagi mereka yang
paling rentan,” kata Romo Syafii.

Dia menambahkan, Visi Indonesia Emas 2045 hanya bisa terwujud jika
pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat bersinergi membangun
fondasi perubahan sejak dini, mulai dari periode Asta Cita 2025–2029.

“Ketahanan nasional tidak hanya soal militer atau keamanan, tapi juga
soal ketahanan ekonomi, sosial, dan moral. Di sinilah generasi muda
memegang peran strategis sebagai agent of change,” tandas Wamenag.