Jakarta – Generasi muda Indonesia diharapkan dapat selalu menjaga keutuhan bangsa dan mengisi kemerdekaan dengan berbagai macam kegiatan yang positif. Hal ini agar generasi muda sebagai harapan bangsa bisa terus bersatu agar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini nantinya tidak terpecah belah.
“Anak-anak muda sekarang ini kan sudah menikmati kemerdekaan, karena mereka dulu tidak terlibat langsung dalam masalah pembentukan negara ini. Anak-anak muda sekarang harus lebih konsen kepada keahliannya. Sehingga sekarang inilah bagi generasi muda kita harus mengisi kemerdekaan ini,” ujar Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si, di Jakarta, Jumat (3/11/2017)
Dikatakan Hamdi Muluk, hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 itu merupakan salah satu cara untuk menciptakan kesadaran bahwa Indonesia itu ada. “Karena pada jaman tersebut tantangannya seperti itu yang mana saat itu masyarakatnya yang plural apalagi Indonesia sendiri saat itu belum merdeka,” ujarnya.
Dirimya mengutip pernyataan Prof. Benedict Richard O’Gorman Anderson, seorang peneliti kelahiran Kunming, Tiongkok, 26 Agustus 1936 yang meninggal di Batu, Jawa Timur, 13 Desember 2015. Dimana Anderson yang beberapa kali melalakukan penelitian tentang Indonesia. Dalam salah satu bukunya ‘Revolusi Pemuda 1944-1966’, Hamdi menngatakan bahwa Indonesia ini sebenanya mempunyai bentuk yang konkrit seperti ada tanah, ada kebudayaan yang banyak, ada orang Indonesia.
“Yang dimiliki Indonesia dulu itu adalah suku-suku. Geografisnya sebenarnya dulu itu katanya Andeson juga tidak ada. Yang ada tanah Jawa, tanah Batak, tanah Kalimantan, tanah Ambon dan tanah-tanah seterusnya termasuk suku budayanya,” ujar Hamdi menjelaskan penelitian Anderson
Karena dijajah oleh penjajah yang sama dan punya kesamaan nasib, lalu berikrarlah para pemuda-pemuda jaman dulu itu dalam pemikiran mereka kalau mereka semua ini menginginkan menjadi satu ikatan yang waktu itu hanya dibayang-bayangkan saja sebagai kumunitas imajiner, bukan sebagai komunitas yang riil.
“Jadi bersumpahlah para pemuda-pemuda semua itu bagaimana mereka mempersatukan demi tanah yang satu menjadi Tanah Air Indonesia, menjadi bahasa yang satu yakni Bahasa Indonesia dan menjadi bangsa yang satu Bangsa Indonesia dan berikrarlah mereka itu dulu. Itu menjadi dasar mereka untuk membuat Indonesia,” ujar Hamdi
Lebih lanjut pria yang menjadi koordinator Program master dan Doktoral fakultas Psikologi UI ini menjelaskan bahwa jaman sampai tahun 50-60 an dimana para founding fathers kita saat itu bersama-sama bersatu untuk membangun bangsa. “Nah ketika sudah mulai masuk sekitar tahun 80-an anak-anak ini sudah mulai menikmati pembangunan ini, apalagi tanahnya sudah jadi, Indonesianya sudah jadi. Itu yang harus dimanfaatkan generasi muda kita dengan sebaik mungkin,” ujarnya
Cuma menurutnya, sekarang ini tetap ada masalah kebangsaan yang kekinian yang sebenarnya lebih bermuara kepada manajemen seperti bagaimana memenejemen seperti keberhasilan, birokrasi di negara ini. “Seperti korpusi itu termasuk salah dalam manajemen di negara ini. Karena ada orang rakus malah dibiarin yang akhirnya menjadi budaya dari dulu sampai sekarang dan diikuti oleh yang muda-muda ini,” ujarnya
Selain itu menurutnya juga masih ada yang mengungkit-ungkit seperti masalah pribumi dan non pribumi, penduduk lokal dan tidak lokal, Gubernur muslim dan gubernur non muslim yang membuat masyarakat bangsa ini menjadi agak terpecah belah.
“Itu biasanya politisi atau orang-orang yang punya ideologi-ideologi yang tidak suka dengan Indonesia. Termasuk lah kaum-kaum radikal yang ingin mendirikan negara khilafah.dan segala macam. Harusnya persoalan-persoalan bahwa kita ini plural, kita ini beda keagamaan, beda budaya dan sebagainya harusnya sudah selesai,” katanya.
Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi karena penyakit anak muda sekarang biasanya sangat mudah diiming-iming oleh kelompok yang ingin mengganti ideologi bangsa ini karena kelompok tersebut dapatg membaca situasi atau kekurangan yang ada di negeri ini.
“Kelompok tersebut menghasut dengan manajemen negara kita gagal karena adanya korupsi, banyak ketidak adilan dan sebagainya. Itu dijadikan alasan oleh kelompok kelompok tersebut untuk mendirikan negara khilafah. Sehingga sebagian anak muda kita begitu percaya dan berpikiran ‘negara ini nggak bener ya formatnya’. Itu yang terjadi dan harus diwaspadai,” kata Hamdi Muluk..
Selain itu menurutnya, sudah ada sebagian dari anak-anak muda bangsa sekarang ini sudah menanggap masalah ideologi bangsa kita ini sudah final sehingga sebagian anak-anak muda itu tidak mau isu-isu itu digeret-geret yang sengaja dihembuskan oleh kelompok-kelompok radikal.
“Karena buat anak muda yang sudah mengerti ini sudah bisa kok mengisi kemerdekaan ini dan mereka
mikirnya seperti ekonomi kreatif, bikin karya yang lebih konkrit, bikin kesenian, olahraga, pendidikan dan ada yang sudah berpikir gimana kita bisa kirim manusia pergi ke bulan. Pemuda-pemuda seperti itu bisa diperbanyak lagi,” katanya.
Dirinya membantah kalau anak muda yang kreatif di negara ini terbilang sedikit, Karena pemuda-pemuda yang memiliki potensi besar ini banyak ketutup oleh pemberitaan media masalah politik, pemberitaan kelompok-kelompok radikal dan pemberitaan lainnya.
“Kalau kita melihat hasil survey 80 persen khususnya anak muda kita ini sudah tidak masalah terhadap NKRI dan Pancasila kita ini, mereka setuju dengan ideologi kita ini. Tapi 20 persen ini yang punya masalah karena mereka menganggap Pancasila ini sudah tidak relevan lagi, ini yang perlu diwaspadai agar generasi muda yang 80 persen ini jangan terbawa arus itu (radikal),” ucapnya.
Hamdi Muluk juga mengingatkan bahwa memang harus ditumbuhkan kepada generasi muda bahwa dulu dalam membentuk negara ini tentunya juga berdarah-darah dan melakukan pengorbanannya cukup besar. Janganlah bangsa ini dirusak sehingga dapat terpecah belah “Mahal sekali ongkosnya kalau generasi muda ini berfikir mengganti negara dengan khilafah selain ideologi selain Pancasila, Mahal sekali itu . pasti akan ada dis-integrasi. Ini yang harus disadari anak muda kita,” katanya mengingatkan.
Dirinya menambhakan, peringatan hari Pahlawan pada 10 November itu harusnya menjadi hari untuk merenung, bukan hanya sekedar peristiwa peperangan di Surabaya saja yang dinilai sebagai puncaknya, namun dlihat secara keseluruhan. Bahwa negara ini bukan hadiah dari penjajah, tapi direbut dengan berdarah-darah.
“Bukan hanya pahlawan yang cuma perang fisik, tapi juga masyarakatnya juga yang ikut menyumbang makanan, ada yang mengadaikan emas buat perjuangan pada saat itu. Ada yang berjuang lewat pendidikan, lewat politik dan ada juga yang mengirim misi diplomasi ke luar negeri minta dukungan politik untuk menurunkan tentara NICA Belanda dan sekutunya pada saat itu supaya ada perundingan,” ujarnya
Untuk itu pemuda jaman sekarang ini harus bisa mencontoh pemuda jaman dahulu sebelum Indonesia merdeka dulu. “Mau apapun sukunya, apapun agamanya semuanya bisa bersatu bahu membahu dan berkorban demi kemajuan bangsa. Kita jangan mau kalah dengan bangsa lain. Itu yang harus disadari anak muda sekarang,” katanya mengakhiri.