Pangkalpinang – Udara pagi di Dusun Air Abik, Kabupaten Bangka, terasa sejuk. Di tengah rimbun pepohonan, berdiri rumah-rumah adat kayu beratap rumbia. Di sinilah Kampung Adat Gebong Memarong menjaga denyut nadi budaya Suku Mapur agar tak hilang ditelan waktu.
Bagi warga Mapur, kampung ini bukan sekadar lokasi wisata, melainkan ruang hidup tempat cerita leluhur diwariskan dari mulut ke mulut, tarian adat dipentaskan, dan tradisi Nuju Jerami kembali bergema.
Sejak dibangun dan didampingi oleh PT Timah Tbk bersama Lembaga Adat Mapur, Gebong Memarong menjadi lebih dari sekadar simbol. “Kami ingin masyarakat adat tetap menjadi pelaku utama, bukan penonton, dalam pelestarian tradisi mereka sendiri,” ujar Departement Head Corporate Communication PT Timah, Anggi Siahaan.
Berbagai pelatihan pun digelar—membatik, menjadi pemandu wisata, hingga membuat kerajinan tangan decoupage—membuka peluang ekonomi tanpa mengikis identitas budaya.
Ketua Harian Lembaga Adat Mapur, Asih Harmoko, mengaku dukungan itu sudah terasa sejak awal kampung adat berdiri. “PT Timah tidak pernah absen mendampingi kami. Harapannya, budaya Babel lainnya juga mendapat dukungan seperti ini,” katanya.
Kini, Gebong Memarong bukan hanya milik Suku Mapur. Sepanjang 2025, lebih dari 2.000 pelajar datang, belajar, dan pulang membawa cerita tentang tanah, bahasa, dan tradisi yang nyaris punah.
Di setiap langkah di kampung ini, ada pesan sunyi yang mengalun: menjaga budaya bukan pekerjaan sehari, melainkan amanah lintas generasi.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!