Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus menggalakkan pencegahan masuknya paham radikalisme dan terorisme di segala lapisan masyarakat, terutama generasi muda. Pasalnya, generasi muda adalah garda terdepan bangsa dalam menjaga keutuhan NKRI.
“Itulah alasan BNPT berkumpul dengan para guru dan generasi muda hari ini. Tujuannya untuk meningkatan kewaspadaan terhadap potensi radikalisme, sekaligus memberi pembekalan agar para generasi muda dan guru bisa membentengi diri dari propaganda paham radikalisme dan terorisme,” ujar Sestama BNPT Mayjen TNI R. Gautama Wiranegara saat menjadi keynote speaker pada Dialog Pencegahan Paham Radikal Terorisme di Kalangan Guru, Rohis SMA dan Sederajat Se-Jabodetabek di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Kamis (9/6/2016).
Menurut Mayjen Gautama, kegiatan pencegahan yang melibatkan OSIS, Rohis, dan Guru ini sangat penting dan strategis. Ia bercerita bahwa awal tahun 2016, ada pemberitaan guru yang melarang peserta didiknya untuk menghormati bendera dan menyanyikan laga kebangsaan karena dianggap syirik. Itu membuktikan masih lemahnya nasionalisme di institusi pendidikan.
“Itu bukti masih ada potensi radikalisme di sekolah. Kemudian harus ada antisipasi terhadap kajian keagamaan yang dilakukan di luar jam sekolah dan mengajarkan seruan jihad. Namun kasus seperti ini tidak bisa digeneralisir, namun perlu pengawasan dan pendampingan dari pihak sekolah,” ungkap Mayjen Gautama.
Tidak hanya itu, ada fakta pada Maret 2016, tersebar buku yang mengajarkan paham radikalisme di tingkat sekolah menengah. Itu harus menjadi warning buat pemerintah dan dinas pendidikan untuk memperketat rekrutmen guru serta konten buku pelajaran.
Untuk itu, Mayjen Gautama berharap Rohis bisa menjadi wadah untuk menempa dan menumbuhkembangkan Islam yang damai dan toleran. Rohis juga bisa menjadi pelopor dalam mengkampanyekan Islam yang rahmatan lilalamin. Rohis juga penting dalam menumbuhkan kecintaan siswa terhadap agama dan bangsa, sedangkan guru diharapkan mampu memberikan pemahaman Islam yang toleran sehingga seluruh komponen bangsa bersatu
“Keragaman harus diteladani dalam masyarakat yang majemuk dan mengajak generasi muda untuk meningkatkan ketahanan diri dan membangun deteksi dini terhadap paham terorisme,” tuturnya.
Ia menilai, ancaman terbesar terorisme bukan dari serangan fisik tapi dari serangan nonfisik melalui propaganda yang mengarah pada pola pikir. Terkait ISIS, Mayjen Gautama menilai ISIS merupakan kelompok baru yang mengajak untuk permusuhan dan penghasutan menjadi kekuatan terorisme global yang merupakan perkembangan dari jaringan lama. Apalagi mereka juga pintar dalam menjaring Foreign Terrorism Fighter.
“ISIS adalah imbas kekecewaan politik dalam negeri namun berkembang. Karena itu, generasi muda Indonesia diharapkan mampu membentengi diri demi kesatuan NKRI. Terorisme merupakan musuh bersama dan perlu penolakan dan perlawanan,” pungkas Mayjen Gautama Wiranegara.