Kubu Raya— Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kalimantan Barat menggelar kegiatan Sosialisai Pencegahan Paham Radikal dan Terorisme di Provinsi Kalimantan Barat (30/03/2016). Sosialisasi kali ini dibungkus dalam bentuk workshop dengan tema “Peningkatan Pemahaman Tokoh Agama Terhadap Bahaya Laten Gerakan Terorisme Di Indonesia”.
Sebanyak 250 undangan mengikuti workshop dari berbagai latar belakang yang beragam, mulai dari tokoh lintas agama, lembaga kerukunan antar agama, tokoh masyarakat, dan lembaga instansi di Provinsi. Beberapa tokoh yang hadir dalam acara tersebut di antaranya Tokoh Umat Kristiani, Ketua MUI Provinsi Kalimantan Barat, Kepala Kesbangpol Linmas,Ketua Forum Lintas Agama Pontianak dalam hal ini Dr. Wajidi sekaligus Ketua Bidang Agama, Pendidikan FKPT KALBAR.
Workshop ini dibuka langsung oleh Kasubdit Kewaspadaan BNPT, Dr. Hj. Intang Dulung, M.Hi. Dalam sambutannya Ibu asli Kendari ini menekankan bahwa tanggungjawab pencegahan terorisme bukan hanya dilakukan oleh pemerintah (BNPT), tapi peran aktif tokoh-tokoh agama serta tokoh masyarakat sangat diperlukan dalam sosialisasi pencegahan paham radikal dan terorisme. Karena itulah, melalui kegiatan ini BNPT berupaya menggangdeng berbagai elemen masyarakat terutama tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan instansi pemerintah di daerah
Kegiatan tersebut menghadirkan dua narasumber nasional dan dua narasumber lokal. Hadir dalam acara tersebut, Guru Besar UIN Medan, Prof. Dr Syahrin Harahap MA dan Mantan Teroris, Ali Fauisi (Mantan Teroris). Sementara narasumber lokal yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut adalah Wadir Kasat Intel Polda Kalimantan Barat AKBP. Yusuf Setyadi mewakili Kapolda Kalimantan Barat dan Pangdam XII/Tanjungpura.
Dalam materinya, Prof Syahrin menyampaikan bahwa sosialisasi peningkatan pemahaman radikalisme dan terorisme bertujuan untuk mencegah paham tersebut. Beliau menekankan kegiatan ini sangat penting untuk menghindari dan mencegah paham radikalisme dan terorisme yang mungkin menyebar dalam masyarakat Indonesia khususnya di Kalimantan Barat. Pasalnya, perekrutan organisasi terorisme pada tahun 1985 dilakukan di dua negara, yaitu Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia pola rekrutmen melalui dunia pendidikan dan pasantren, tetapi pasantren yang memiliki lebel NU dan Muhammadiyah bersih dari jaringan teroris. Pasentren memang sengaja dibentuk sebagai lahan rekrutmen anggota terorisme.
Ali Fauzi, menyatakan perekrutan jaringan terorisme dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Ada perbedaan perekrutan antara organisasi terorisme lama dan baru. Menurutnya Jika dulu perekrutannya secara tersembunyi, namun dewasa ini perekrutannya secara terbuka.
AKBP. Yusuf Setyadi dalam paparannya juga mengingatkan bahwa ancaman terorisme bisa berasal dari luar negeri dan dalam negeri. Untuk itu penanggulangan terorisme tidak bisa dilakukan oleh anggota kepolisian saja, butuh kerjasama oleh banyak pihak dalam pemberantasan terorisme. Polda juga terus berupaya melaksanakan kegiatan sosialisasi, training of trainer, serta Focus Group Discussion yang melibatkan para tokoh agama dalam pemberantasan terorisme di Kalimantan Barat.
Pandangan dari peserta juga memberikan tanggapan yang positif. Salah satunya datang dari Seorang pendeta yang menyampaikan bahwa dalam kasus terorisme kita tidak boleh mendiskreditkan umat Islam. “Meskipun saya pendeta tapi saya percaya bahwa umat Islam tidak mengenal ajaran kekerasan seperti yang dipahami oleh organisasi terorisme” paparnya.
Kegiatan tersebut berlangsung dengan sangat hikmad dengan partisipasi yang antusias dari peserta dari berbagai umat beragama. Workshop ini dilaksanakan dalam dua sesi dimulai dari pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Secara umum masyarakat Kalimantan Barat sangat mengapresiasi kegiatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ini. Ini adalah langkah kongkrit yang sangat baik untuk penanggulangan terorisme di Indonesia khususnya di Kab. Kubu Raya, Pontianak.