Galang Persatuan Nasional Untuk Kikis Cara Pandang Primordialisme dan Politik Identitas

Jakarta – Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah menuju Madinah merupakan titik awal kebangkitan peradaban Islam. Karena dengan semangat adanya hijrah, bukan hanya secara fisik, tapi perubahan cara pandang berbangsa dari arah primordialisme dan politik identitas yang menyekat, menuju nasionalisme yang mengikat kebersamaan.

Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, MA, mengatakan bahwa dalam menyambut 75 tahun Indonesia merdeka sudah seharusnya setiap warga bangsa menggalang persatuan dan kesatuan nasional untuk mengikis cara pandang primordialisme, serta politik identitas yang dapat mengarah kepada intoleransi dan radikalisme.

“Kita harus gembira menyongsong 75 tahun Indonesia merdeka. Tetapi kita juga harus waspada akan bahaya intoleransi, radikalisme dan terorisme yang mengancam di depan mata. Mari kita bersatu menggalang persatuan dan kesatuan untuk bersama-sama mengikis yang ada ini,” ujar Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, MA, di Jakarta, Rabu (19/8/2020).

Menurutnya, pendidikan adalah cara yang tepat untuk mengikis paham primordialisme dan politik identitas yang mengarah pada intoleransi serta radikal terorisme. Ia menuturkan bahwa pendidikan, terutama di dalam keluarga sangat diperlukan untuk mengatasi hal ini.

“Mari kita mendidik anak-anak kita untuk bersikap toleran, bersikap terbuka dalam bergama dan lebih mementingkan aspek-aspek kemanusiaan. Karena kalau di dalam Islam, agama itu adalah rahmatan lil alamin, yang artinya agama harus membawa manfaat bukan saja untuk manusia tapi untuk seluruh alam semesta,” tuturnya.

Wanita kelahiran Bone Sulawesi Selatan ini berharap agar pemerintah dapat lebih tegas lagi dalam menegakkan hukum terhadap mereka-mereka yang melakukan upaya mengganggu dan membelokkan ideologi negara Pancasila yang disertai aksi kekerasan. Ia berharap agar pemerintah dan seluruh unsur masyarakat dapat bekerjasama untuk mengatasi hal ini.

“Jadi tidak bisa pemerintah kita biarkan bekerja sendirian, tetapi bersinergi dan berkolaborasi dengan masyarakat untuk membangun kekuatan bangsa yang lebih mengedepankan toleransi, mengedepankan sikap keterbukaan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Musdah berpendapat bahwa anak muda harus menjadi garda utama dan terdepan dalam membangun toleransi karena anak muda adalah pemimpin masa depan.

“Jadi anak muda di dalam bersosialisasi dan bermedsos itu mengedepankan statement-statement yang terbuka, yang mencintai negara dan kebangsaan. Mengedepankan prinsip-prinsip nasionalisme, toleransi, dan kemerdekaan di dalam beragama. Karena itu saya pikir anak muda harus menjadi garda terdepan di dalam menjaga kebhinekaan kita,” terang lulusan IAIN Alauddin Makassar itu.

Selain itu, menurutnya masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam upaya yang dilakukan oleh pemerintah, karena setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap negara.

“Karena itu seluruh warga negara dihadapkan berpartisipasi secara aktif, positif dan konstruktif, di dalam upaya membangun toleransi dan budaya terbuka yang mengahargai sesama manusia. Karena itu menjadi sebuah prinsip yang harus terus dikembangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucapnya.

Terkait upaya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menggagas adanya gugus tugas pemuka agama untuk menghadapi paham radikal terorisme, Musdah menyampaikan apresiasinya. Karena menurutnya dengan hal ini dapat memberi kejelasan kepada masyarakat tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk menangkal paham-paham itu.

“Saya berharap seluruh ormas dan kelompok-kelompok keagamaan yang dilibatkan dapat bekerja optimal mengcounter narasi-narasi kelompok radikal. Mudah-mudahan ini menjadi momentum yang baik menyambut kemerdekaan ke-75 RI. Sehingga kita betul-betul menjadi bangsa yang jaya, maju dan sejahtera seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa kita,” ujarnya mengakhiri.