Padang- Radikalisme keagamaan sebagai paham yang menginginkan perubahan cepat dengan cara kekerasan berbasis paham keagamaan merupakan benalu yang merusak toleransi dan perdamaian. pola ekstrisme dalam beragama ini disebabkan oleh banyak faktor salah satunya karena rendahnya wawasan keagamaan.
Mengatasi hal itu memperkuat nalar keagamaan merupakan cara untuk tidak mudah terpapar pemahaman ekstrimisme dalam beragama. Demikian penegasan Direktur Indonesian Conference in Region and Peace (ICRP), Muhammad Monib saat menjadi narasumber dalam kegiatan Rembuk Kebangsaan Perempuan Pelopor Perdamaian yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), di Padang, Kamis (14/9/2017).
Monib menenggarai infiltrasi pemahaman radikal dan ekstrim ini sudah sangat mengkhawatirkan. Penanaman kebencian terhadap yang lain bahkan telah dimulai sejak dini melalui institusi pendidikan.
“Dalam survey yang pernah dilakukan terhadap siswa dan guru PAI se Jabodetabek menyebutkan tingkat dukungan dan partisipasi terhadap aksi radikal cukup tinggi.”tuturnya.
Lebih lanjut pria kelahiran Bangkalan ini menyarankan agar umat beragama bisa memperkuat nalar keagamaan dengan mendalami agama secara utuh. Prektek keteladanan Nabi dalam berinteraksi dengan yang berbeda agama patut menjadi panutan dalam menghadapi perbedaan.
“Banyak kisah inspiratif yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam mengedepankan toleransi dan dialog terhadap yang berbeda semisal peristiwa renovasi Ka’bah, komunikasi dengan ahli kitab dan yang paling fenomenal piagam madinah.” tegasnya.
Kesuksesan Nabi dalam mengelola negara Madinah yang beragam, menurut Monib, karena sikap toleransi dan dialog yang kedepankan oleh Nabi. Sikap toleran dan dialog ini menjadi penting diteladani untuk menekan sikap ekstrim dan radikal dalam beragama.