Berman Nainggolan Lumbanraja

FORSI: Di Indonesia, Kelompok Intoleran Masih Eksis dan Leluasa Bergerak

Jakarta – Pengamat sosial kemasyarakatan dan terorisme dari Forum Komunikasi Rakyat untuk Transparansi (FORSI), Berman Nainggolan Lumbanraja menyatakan bahwa kelompok intoleran di Indonesia masih eksis dan leluasa bergerak.

Bahkan, sambungnya, di antara kelompok tersebut ada sejumlah orang yang berpotensi besar membawa dan menyebarkan paham radikalisme yang bertentangan dengan Pancasila.

“Nilai utama Pancasila adalah sifat dan sikap tenggang rasa serta rasa menghormati perbedaan. Nah, nilai ini yang mereka ingin hapus dari peradaban sosial kemasyarakatan di negeri ini,” kata Berman kepada damailahindonesiaku.org, Senin (11/11).

Dilanjutkannya, jika menilik dari dari hasil penelitian kualitatif SETARA Institute tahun 2019 di 10 kampus perguruan tinggi negeri, secara jelas ditemukan ada wacana dan gerakan keagamaan yang berpotensi mengancam bagi negara Pancasila.

Lalu juga diketahui ada gejala radikalisme beragama yang menyasar aparatur sipil negara (ASN) sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat.

“Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mendeteksi ada lebih dari 10 persen kelompok ASN intoleransi yang pro radikalisme dan bersikap anti Pancasila. Kemudia di tataran TNI-Polri juga ada sekitar 4 persen anggota TNI-Polri yang terpapar paham anti Pancasila,” jelas Berman.

Kondisi seperti ini, lanjutnya, jadi tantangan serius untuk mewujudkan Indonesia Emas pada tahun 2045 mendatang. Pasalnya, untuk mewujudkan Indonesia Emas butuh sejumlah indikator penyokong seperti pemanfaatan bonus demografi, bonus geografi, juga kesadaran hidup bernegara untuk terus bersatu.

“Republik ini bisa mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045 apabila ideologi bangsanya kokoh, ekonominya baik, hukum dan keadilan ditegakkan, politik yang demokratis, budaya gotong royong, serta juga mengedepankan persaudaraan,” ujarnya.

“Dan semua itu bisa gagal jika intoleransi dibiarkan terus hidup dan berkembang bebas di negeri ini,” tambahnya.

Dituturkannya lagi, secara nyata sudah ada banyak contoh negara di dunia yang terpecah belah akibat menguatnya intoleransi yang memicu konflik internal. Akibat kini, negara tersebut sudah terhapus dari peta dunia.

“Kita semua masih ingat dulu ada negara Eropa Timur bernama Yugoslavia. Tapi sekarang sudah hilang akibat konflik identitas suku dan SARA. Di Afrika hal serupa juga menimpa Rwanda. Negara tersebut kini hancur akibat penyebaran kebencian dan genosida,” Berman menuturkan.

Sekarang ini, sambungnya lagi, negara yang sedang terancam hancur adalah Suriah. Peperangan yang tengah berkecamuk di negara tersebut bisa membuat negara itu terpecah.

“Indonesia sebagai negara yang plural pun bisa menjadi potensi konflik seperti itu,” tegasnya.

Menurutnya, jika aparat penegak hukum tak mampu melakukan pengelolaan keamanan dengan baik, maka tak mustahil Indonesia akan termasuk negara yang gagal mencapai masa keemasan pada usia 100 tahun di tahun 2045 mendatang.

“Jika penegakan hukum lemah maka Republik ini tak kan bisa menjadi Indonesia Emas di tahun 2045. PBB juga sudah menegaskan ciri negara gagal itu adalah gagal menegakkan hukum secara benar. Saat ini Somalia jadi salah satu contoh negara yang gagal dalam kriteria penilaian PBB,” tuturnya.

“Pun begitu, saya tetap percaya dan yakin bahwa TNI-Polri mampu menghambat dan memberantas secara dalam kelompok intoleran di negeri ini.”

“Seluruh masyarakat Indonesia juga akan bersatu dengan TNI-Polri untuk menjaga dan memelihara toleransi kebebasan beragama dan berkeyakinan demi terwujudnya Indonesia Emas di tahun 2045,” pungkasnya meyakinkan.