FKPT Yogyakarta: Dibutuhkan Pengawalan untuk Menangani Radikalisme di Kampus

Yogyakarta – Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Yogyakarta mengakui adanya temuan kasus radikalisme pada sejumlah kampus yang ada di wilayahnya. Untuk langkah penanganan diperlukan ‘pengawalan’ secara berkala.

Ketua FKPT Yogyakarta, KH. Abdul Muhaimin, dalam kegiatan Visit Media ke Harian Kedaulatan Rakyat, Selasa (9/5/2017), mengatakan Yogyakarta sejatinya adalah kota yang sangat berbudaya. Status sebagai ‘Kota Pendidikan’ dan masuknya akademisi menjadikan radikalisme di sejumlah kampus juga ikut tumbuh.

“Itu sebuah konsekuensi yang harus diterima, dan tentu menjadi tugas kita bersama untuk menanganinya,” kata Kiai Muhaimin.

Ulama yang pernah menerima Tasrif Award pada tahun 2011 itu menambahkan, diperlukan ‘pengawalan’ secara intensif untuk bisa menangani munculnya radikalisme di lingkungan kampus. Pengawalan yang dimaksudnya adalah dilakukannya langkah-langkah strategis dalam proses pencegahan dan penanganannya.

“Pengawalan itu harus dilakukan oleh semuanya, oleh semua elemen di masyarakat,” lanjut Kiai Muhaimin.

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Brigjend. (Pol) Ir. Hamli, M.E., membenarkan apa yang disampaikan oleh Kiai Muhaimin. Dikatakannya, pencegahan radikalisme dan terorisme tidak hanya menjadi tugas Polri, TNI, BNPT, dan aparatur keamanan.

“Media massa memiliki peran strategis, dan harus terlibat,” kata Hamli.

Terkait peran media massa yang dimaksudnya, mantan Kabid Pencegahan Densus 88 Antiteror Mabes Polri tersebut mengungkapkan,  di antaranya adalah menekan peredaran berita bohong atau hoax. “Karena hoax terindikasi menjadi pemicu munculnya radikalisme di masyarakat,” tambahnya.

Anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Willy Pramudya, mengatakan peran media dalam pencegahan radikalisme dan terorisme di antaranya dalam dilakukan dengan tidak lagi menggunakan diksi-diksi yang menjadi buah karya kelompok pelaku terorisme di dalam pemberitaannya, di antaranya pengantin, amaliyah, fa’i, thogut, dan lain sebagainya. Menurutnya, diksi tersebut sengaja diciptakan untuk membangun opini pembenaran atas aksi-aksi yang dilakukan kelompok pelaku terorisme.

“Ketia media massa menggunakannya dan diikuti penggunaan oleh masyarakat, maka kemenangan sudah diraih oleh pelaku teror. Oleh sebab itu media harus bisa memahami dan menahan diri untuk tidak menggunakannya,” ungkap Willy.

Visit Media merupakan salah satu metode dalam kegiatan Pelibatan Media Massa dalam Pencegahan Terorisme yang diselenggarakan oleh BNPT dan FKPT di 32 provinsi se-Indonesia di sepanjang tahun 2017. Terdapat 2 metode lain yang dijalankan, yaitu dialog Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme Terorisme di Masyarakat, serta lomba karya jurnalistik yang mengambil tema kearifan lokal sebagai sarana pencegahan terorisme. [shk]