Kupang – Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Nusa Tenggara Timur, Sisilia Sona, menyebut wilayahnya merupakan daerah rawan terorisme. Dibutuhkan peran penyuluh agama untuk upaya pencegahan penyebarluasan paham radikal terorisme.
Dalam pembukaan kegiatan Penguatan Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme di Kota Kupang, Kamis (12/4/2018), Sisilia mengungkap alasan kenapa menyebut Nusa Tenggara Timur rawan terorisme. Yaitu, letak geografisnya sebagai daerah kepulauan dan berdekatan dengan negara tetangga Indonesia yang memiliki peristiwa terorisme cukup tinggi.
“Kami juga berdekatan dengan provinsi yang disebutkan banyak pelaku terorisme di Indonesia berasal dari sana,” kata Sisilia.
Situasi tersebut, lanjut Sisilia, menjadikan masyarakat NTT bisa kapanpun terpapar paham radikal terorisme. Pihaknya berharap peran maksimal penyuluh agama untuk menerangkan ke masyarakat tentang bahaya radikalisme dan terorisme.
“Semakin banyak masyarakat yang memahami faham radikal-terorisme, maka sinergitas akan terbangun dalam lapisan masyarakat, hingga daya tangkal akan menguat untuk melawan paham tersebut,” urai Sisilia.
Mengenai dipilihnya penyuluh dengan latar belakang agama berbeda-beda, ditegaskan oleh Sisilia, sebagai upaya menekan adanya stigma terhadap agama tertentu di masyarakat. “Pada dasarnya semua agama mengajarkan kedamaian, tidak ada agama yang mengajarkan terorisme,” tandasnya.
Di akhir sambutannya perempuan yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi tersebut berpesan, NTT sudah dua kali menyabet gelar juara nasional daerah dengan keharmonisan masyarakat terbaik. Penyuluh agama juga diminta bisa membantu menjaga situasi NTT tetap aman dan harmonis.
“Ketika masyarakat harmonis, hidup rukun, kita bisa berharap radikalisme dan terorisme tidak akan masuk dan berkembang ke NTT,” pungkas Sisilia.
Kegiatan Penguatan Kapasitas Penyuluh Agama dalam Menghadapi Radikalisme di Kupang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan FKPT NTT. Kegiatan yang sama akan diselenggarakan di 32 provinsi se-Indonesia di sepanjang tahun anggaran 2018.
Kegiatan ini melibatkan sejumlah pihak yang berkompeten sebagai pemateri, di antaranya berasal dari Kementerian Agama RI, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) dan Indonesian Institute for Society and Empowerment (INSEP). [shk/shk]