Jakarta – Menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) menyimpan berbagai
kisah yang kompleks. Jika salah langkah, mereka bisa tergelincir
hingga terjerat kasus hukum. Terorisme salah satunya.
Pesan itulah yang coba disampaikan pada film dokumenter bertajuk
“Pilihan” karya perdana dari Ruangmigran. Film ini berdurasi 21 menit
46 detik. Produsernya Ani Ema Susanti juga merupakan mantan PMI di
Hong Kong.
Film diputar di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura,
Minggu (25/2/2024). Noor Huda Ismail jadi Direktur Eksekutif di film
itu. Ada sekitar 250 orang PMI yang hadir menonton dan berdiskusi
tentang film itu.
Stigma negatif sosok perempuan PMI mengganggu Ani. Ia dianggap dapat
gaji tinggi karena jual diri. Dan itu membuat harga diri dan mentalnya
jatuh.
“Butuh proses lama untuk menjadi normal,” akunya.
Ani bertekad melanjutkan pilihannya ingin pulang ke Indonesia, hidup
lebih nyaman dengan taraf ekonomi naik. Akhirnya ia memutuskan kuliah,
dan belajar perfilman.
Dari awalnya minder akhirnya menjadi pemenang Piala Citra (FFI) tahun
2011 untuk film dokumenter terbaik berjudul Donor ASI.
“Film ini dan Ruangmigran jadi piranti edukasi kreatif bagi PMI dalam
melawan ekstremisme di dunia maya dan pendidikan adalah salah satu
cara memutus mata rantai kemiskinan,” ujarnya.
Jebakan Media Sosial merupakan kisah Listyowati mantan PMI asal Kendal
yang terjerat terorisme lewat medsos. Pada 2020, Lis ditangkap Densus
88/Antiteror dan menjalani hukuman 3 tahun penjara. Juni 2023 bebas
dari Lapas Perempuan Kelas IIA Semarang.
Berawal ketika ia 2 tahun bekerja di Singapura. Kembali ke Indonesia
justru mendapat KDRT dan bercerai. Ia lantas memutuskan ke Hong Kong.
Berangkat dengan batin gundah, Lis menemukan hal baru di facebook.
Dari cerita dan berbagai postingan yang dilihat, ia lantas join di
grup.
Ia kerap berkomunikasi dengan seseorang dan terdorong ingin ingin ikut
menyelamatkan anak-anak korban konflik agar nantinya bisa masuk Surga.
Dari situlah ia masuk ke dalam jaringan teroris dan uangnya habis
diberikan kepada kenalannya bernama Arif dan bahkan sudah merencanakan
untuk hidup bersama.
“Saya TKW dan bertekad jihad. Apalagi Arif orangnya lembut, nggak
pernah sekalipun ngomong kasar,” ujarnya.
Ternyata semua rencananya gagal. Arif ditangkap Densus 88/Antiteror di
Kalimantan Barat karena merupakan jaringan ISIS sosial. Lis tak lama
setelah pulang ke Indonesia juga ikut diciduk Densus 88.