Sydney – Pejabat militer Amerika Serikat (AS) mengingatkan Filipina akan rugi jika menghentikan kerja sama militer. Upaya pemberantasan terorisme di Filipina selatan akan terdampak setelah kerja sama militer bernama Visiting Forces Agreement (VFA) 1998 itu dihentikan. Dengan dihentikannya kerja sama militer, maka pangkalan AS harus ditutup.
Panglima Armada Asia-Pasifik AS Laksmana Philip Davidson berharap Presiden Filipina Rodrigo Duterte mempertimbangkan kembali penghentian kerja sama, bahkan membatalkannya.
Davidson menegaskan, langkah itu akan menghambat operasi militer di pulau Mindanao, lokasi rawan terorisme dan separatisme.
“Kemampuan kami dalam membantu Filipina memerangi ekstremis serta antikekerasan di wilayah selatan serta kemampuan kami dalam melatih dan beroperasi bersama angkatan bersenjata Filipina akan tertantang tanpa persetujuan tersebut,” ujarnya di Sydney, dikutip dari AFP, Kamis (13/2/2020).
Menurut dia, Filipina memberi waktu kepada AS 180 hari untuk keluar dan waktu tersebut akan dimanfaatkan untuk menempuh lobi diplomatik. “Saya berharap kami bisa mencapai hasil sukses,” kata dia.
Sebelumya Presiden Donald Trump mengatakan bahwa dia tak mempermasalahkan keputusan Duterte itu. Malah, Trump menyebut AS akan diuntungkan karena akan menghemat banyak uang.
“Jika mereka memutuskan seperti itu, tidak apa-apa. Kami bisa menghemat banyak uang,” kata Trump.
VFA 1998 merupakan payung hukum bagi kehadiran pasukan AS di Filipina serta mengorganisasi latihan perang bersama.
Ancaman akan mencabut perjanjian ini sudah disampaikan Duterte sejak akhir Januari. Penyebabnya, AS menolak memberikan visa perjalanan kepada senator Ronald Dela Rosa, orang dekat Duterte yang mengawasi perang terhadap kejahatan narkoba.
Dia bahkan memberi waktu 1 bulan kepada AS, terhitung sejak akhir Januari, untuk menentukan sikap.