Tasikmalaya – Provinsi Jawa Barat selama ini dikenal sebagai daerah basis terorisme. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena faktor sejarah yang membuat Jawa Barat menjadi salah satu daerah basis terorisme, dimana pada 7 Agustus 1949, SM Kartosuwiryo telah memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII) di Tasikmalaya dan selanjutnya diikuti pembentukan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
“Meskipun pada akhirnya NII maupun DI/TII sudah ditumpas, namun para pengikut dan pendukungnya masih eksis di Jawa Barat. Bahkan mereka berafiliasi dengan jaringan atau kelompok global yang satu paham seperti Al Qaeda, Al Jamaah Islamiyah, ISIS dan sebagainya,” ujar Kepala Analisa dan Evaluasi Badan Intelijen Negara Daerah (BINDA) Provinsi Jawa Barat Iwa Kustiwa pada Pembekalan dan Sinergisitas Bhabinkamtibmas, Babinsa dan Lurah dalam Mengantisipasi Terjadinya Aksi Teroris se-wilayah Kabupaten/Kota Tasikmalaya, Jawa Bara, di Hotel Santika, Tasikmalaya, Rabu (24/02/2016).
Dikatakan Iwa, Kartosuwiryo dalam cita-cita mendirikan NII sebagai organisasinya tersebut telah menerapkan syariat Islam sebagai ideologi negara. “Cita-cita itu yang masih diperjuangkan para pengikut dan pendukungnya dari masa ke masa bahkan sampai saat ini,” ujar Iwa.
Ideologi tersebut, lanjut Iwa, diperjuangkan dengan cara inkonstitusional dengan mendirikan lembaga pendidikan dan juga partai politik yang berlandaskan syariat islam sebagai peraturan daerah dan sebagainya.
Fakta itulah yang membuat pengikut atau pendukung NII dan DI/TII beserta para keturunanya masih tersebar di seluruh Jawa Barat sehingga patut diwaspadai keberadaannya.
“Mereka ini tersebar dalam berbagai kelompok ataupun organisasi massa seperti JAT, MMI, TWJ, ISIS Indonesia dan sebagainya. Bahkan mereka juga tergabung di kelompok tertutup lainnya yang masih melakukan berbagai kegiatan seperti holaqoh atau pengajian, Idad atau latihan fisik dan sebagainya,” tukas Iwa.
Itu didukung dengan kondisi geografis dan karakter penduduk di Jawa Barat yang menunjang dilakukannya pelatihan fisik oleh kelompok teror tersebut seperti memiliki gunung, rimba, laut, pantai.
“Apalagi masyarakat Jawa Barat mayoritas muslim, ramah, dan permisif terhadap pendatang tentunya akan sangat menunjang terhadap kelompok teror untuk mempersiapkan aksi teror, bersembunyi dan kegiatan lainnya,” terangnya.
Oleh karena itu menurutnya, potensi kegiatan teroris di Jawa Barat bisa dikatakan masih sangat tinggi. Karena kelompok tersebut juga melakukan perekrutan, pelatihan, persiapan/pelaksanaan bahkan termasuk juga melakukan persembunyian.
“Dalam hal perekrutan, mereka mengincar pengikut NII, DI/TII, Laskar Jihad dan kelompok lainnya karena kesamaan visi dan misi, mengenai bai’atdan solidaritas seiman. Wilayahnya sekitar Tasik, Garut, Banjar, Karawang, Cirebon bahkan di Bogor, Depok ataupun Bekasi ,” ujarnya.
Dalam melakukan pelatihan mereka memanfaatkan lokasi seperti Gunung Bunder, Pantai Karang Hawu Cisolok, Gunung Gede, Garut Selatan, Tasikmalaya dan sekitarnya.
Untuk itu dirinya berpesan melalui kegiatan ini diharapkan aparat Bhabinkamtibmas, Babinsa dan juga Lurah atau Kepala Desa dapat bahu membahu dalam bekerjasama melakukan deteksi dini terhadap potensi bahaya terorisme di masing-masing wilayahnya.
“Unsur-unsur aparat ini harus saling bersinergi untuk mendukung dan bersama-sama masyarakat setempat agar ancaman bahaya terorisme bisa dapat dideteksi sejak awal,” pungkasnya.