Jakarta – Facebook sebagai perusahaan penyedia layanan media sosial seharusnya bertanggung jawab dalam kasus Saracen, komplotan yang memroduksi ujaran kebencian dan hoax di media sosial dengan bayaran puluhan juta rupiah.
“Semestinya perusahaan penyedia media sosial juga ikut bertanggung jawab dalam kasus semacam Saracen itu. Langsung atau tidak, terjadi komodifikasi hoax, pelakunya bukan hanya pengguna medsos seperti Saracen, tetapi juga perusahaan layanan medsos,” kata Pengamat Komunikasi Agus Sudibyo di Jakarta, Jumat (25/8/2017).
Agus Sudibyo menegaskan, dalam kasus Saracen ada satu aspek yang luput dari perhatian, yakni posisi Facebook sebagai perusahaan penyedia layanan media sosial yang banyak digunakan oleh Saracen.
Selama ini, kata Agus, Facebook selalu berlindung dibalik adagium “isi di luar tanggung jawab kami, kami hanya menyediakan platform”. Padahal trennya, semakin kontroversial hoax, semakin banyak pengguna medsos, semakin populer Facebook, semakin naik harga sahamnya, semakin besar potensi pendapatan iklannya.
Dikatakan, tahun lalu Facebook berhasil meraup 1,6 miliar pengguna di seluruh dunia, termasuk indonesia. Apalagi selama ini, Facebook memanfaatkan penggunanya untuk mendapatkan behavioral data dan behavioral surplus.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah meminta pertanggungjawaban Facebook untuk meningkatkan pengamanannya untuk menfilter konten-konten kontroversial dan hoax. “Sejauh yang saya tahu, seperti ini penanganannya di Eropa dan Amerika,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Mabes Polri sudah menangkap komplotan yang diduga menyebarkan ujaran kebencian terkait sara melalui media sosial grup Facebook. Tiga pelaku yang telah ditangkap yakni JAS (32), MFT (43), dan SRN (32). Mereka dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 22 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan/atau Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara.