Eskalasi Teror Meningkat, Pengamat Intelijen Minta Densus 88 Waspada

Jakarta – Pengamat intelijen dari Universitas Indonesia (Ridlwan Habib) mengatakan, penangkapan terduga teroris berinisial “K” oleh Densus 88 di Ponorogo, Jawa Timur cukup menarik. Soalnya, “K” adalah admin grup telegram yang pro ISIS.

“Ini menarik karena baru pertamakalinya admin telegram yang pro ISIS diamankan aparat Densus 88. Ini menurut saya cukup baru dan “K” juga mengetahui rencana pemboman ke Istana Negara pada 2012 lalu,” katanya kepada wartawan, Rabu (25/10/2017) petang.

Menurut Ridlwan, dari grup telegram yang dikelolanya itu pula “K” berhasil menikahkan Julianto dan Novi. Konon, kedua pasangan inilah yang merancang pembomam ke Istana namun akhirnya berhasil digagalkan aparat.

Dia juga mengatakan, masing-masing jaringan teroris yang ditangkap pada waktu yang hampir bersamaan pada Selasa (24/10/2017) lalu, di Kampar, Kendal, Sukoharjo, Ponorogo, dan Luwu, memiliki kemampuan berbeda walaupun kalau di-link up ke atas (dikerucutkan) memiliki ideologi yang sama.

Enam orang terduga teroris yang ditangkap Kampar misalnya, punya ciri khas menyerang keras dengan melakukan penembakan di kantor polisi. Sedangkan seorang terduga teroris yang ditangkap di Ponorogo memiliki keterampilan dalam bidang perencanaan. “Dia tidak punya bom, nggak punya pisau, dan nggak punya pistol, tapi punya hand phone yang bisa digunakan untuk merencanakan serangan,” katanya.

Ridlwan juga mengakui bahwa setiap menjelang akhir tahun eskalasi serangan teroris selalu meningkat. “Saya kira ini menjadi salah satu bentuk kewaspadaan bagi teman-teman Densus 88 supaya benar-benar tidak ada kecolongan. Apalagi akan dilaksanakan juga pernikahan Kahiyang, putri Presiden Jokowidodo yang akan dihadiri ribuan orang dalam waktu dekat,” katanya.

Diakui, target orang-orang yang berafiliasi dengan ISIS memang adalah aparat keamanan, karena polisi menangkapi teman-teman mereka. Tindakan ini juga sebagai bentuk perlawanan terhadap negara, karena kelompok-kelompok teroris adalah antinegara.

“Mereka tidak mengakui Pancasila dan sistem NKRI. Mereka beroperasi agar NKRI chaos (rusuh), agar Pancasila diganti dengan sistem khilafah,” katanya kepada Kompas TV.