Eks Teroris Abu Fida Ungkap 3 Fase Ubah Kekerasan Ideologi di Depan Ratusan Guru

Eks Teroris Abu Fida Ungkap 3 Fase Ubah Kekerasan Ideologi di Depan Ratusan Guru

Banyuwangi – Salah satu mantan tokoh ISIS di Indonesia Syaifuddin Umar
alias Abu Fida mengungkapkan tiga fase dirinya mengubah ideologi
kekerasan yang pernah membawanya menjadi teroris. Hal itu diungkapkan
Abu Fida didepan ratusan guru-guru peserta “Pelatihan Guru Dalam
Rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan Dalam Menolak Paham
Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying di Pondok Pesantren Darussalam,
Blokagung, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (15/5/2024).

“Tiga fase dalam merubah kekerasan menjadi lembut adalah menyatukan
hati. Artinya kita harus mampu berfikir secara logis dengan memasukkan
unsur agama agar bagaimana kita melihat kehidupan secara baik,
menyibukkan tangan artinya kita harus memiliki kesibukan yang positif
agar kita tidak kembali ke kesibukab lama yang bersinggungan dengan
kaum radikal. Dan terakhir merubah isi kepala dalan artian hindari
membaca buku-buku yang erat dengan pesan-pesan radikal,” papar Abu
Fida.

Pada kesempatan itu, ia juga mengungkapkan seseorang menjadi radikal
sangat mudah. Biasanya orang terekrut pertama melalui membaca buku.
Dari situ kemudian diubah persepsi dan paradigma berpikirnya.

“Artinya merubah cara berpikir lebih mudah dibandingkan datang
bertamu,” tuturnya.

Ia mendapatkan pengalaman pertama saat mondok di Pondok Pesantren
Ngruki selama setahun. Saat itu, ia masih menjadi guru muda dan disana
dipanggilkan orang-orang yang baru keluar dari penjara sehingga ia
tiap hari bertemu dan berbicara dengan mereka.

Setelah itu, lanjut Abu Fida, ia diberi halaqah dan tahun 1980-an.

“itu rekrutmennya dari situ. Setelah saya berhenti baru tahu ada
rumusnya kaidahnya. pintu yang masuk adalah pintu yang keluar. begitu
pula orang terpapar radikal, masuknya dari pintu membaca, keluar dari
membaca dan pertemanan,” ungkapnya.

Abu Fida mengaku ia terpapar pertama kali saat bergabung Negara Islam
Indonesia (NII). Dari situ ia kemudian melanjutkan sekolah ke Timur
Tengah, tepatnya di Suriah kemudian pindah ke Yordania, lalu lanjut ke
Universita Ummul Quro di Madinah.

“Pada 2004 saya ditangkap Densus karena diduga menyembunyikan Noordin
M Top dan Dr Azhari Pada tahun 2014 saya deklarasi masuk ISIS melalui
Turki namun dideportasi,” terangnya.