Jakarta – Propaganda dan penyebaran konten-konten berpaham radikal sangat marak di internet dan media sosial. Sejauh ini, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam memberantas penyebaran paham radikal. Namun upaya itu dinilai masih kurang tegas, karena keberadaan situs dan akun media sosial (medsos) penyebar paham radikal masih bergentayangan.
“Saya melihat kurang tegasnya pemerintah maksudnya kurang banyak memblokir. Saya harap Kominfo rajin blokir situs, media sosial atau apa saja konten yang berisi radikalisme atau yang mengarah terorisme, itu harus segera diblokir,” ujar eks pimpinan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI), Nasir Abbas dalam diskusi webinar dari The Center for Indonesian Crisis Strategic Resolution (CICSR) bertajuk Intoleransi dan Ekstremisme di Media Sosial, Minggu (14/2/2021).
“Kalau pun mereka bentuk baru, hilang satu tumbuh seribu, tidak masalah biar seribu muncul lagi kita blokir lagi,” tambahnya.
Ia menilai, medsos, website, Youtube, dan akses daring lainnya sebagai sarana penyebaran radikalisme yang kerap digunakan kelompok tertentu. Ia membandingkan pengalamannya saat menjadi pimpinan Jamaah Islamiyah dulu.
Menurutnya, semua celah dimanfaatkan untuk memuluskan gerakan karena belum ada fasilitas internet. Namun, saat ini penyebarannya semakin mudah lantaran ada internet, sehingga pemerintah harus berpacu dengan kecepatan menekan penyebaran paham radikalisme itu.
“Coba sekarang buka Google, mencari konten wajib jihad, atau dalil wajib tegakkan negara Islam, semua ada. Jadi, hal tersebut masih tersedia, selama konten atau website itu tidak pernah dihapus pemerintah, maka itu peluang (penyebaran paham radikalisme),” tuturnya.