Eks Napiter Devi Rusli: Dari Jalan Kekerasan ke Jalan Kebangsaan

Eks Napiter Devi Rusli: Dari Jalan Kekerasan ke Jalan Kebangsaan

Padang – Mantan narapidana terorisme Devi Rusli W. menceritakan perjalanan hidupnya yang pernah terjerumus ke jaringan ekstrem, sebelum akhirnya menyadari kesalahan dan memilih kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Saya berbaiat kepada Abu Bakar Al-Baghdadi pada tahun 2015,” ujarnya pada kegiatan Dialog Kebangsaan Bersama Ormas dan Tokoh Perempuan Dalam Rangka Meningkatkan Toleransi dan Moderasi Beragama di Asrama Haji Padang, Sumatera Barat, Rabu (8/10/2025). Kegiatan ini digelar sebagai hasil kolaborasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Komisi XIII DPR RI.

“Tiga tahun kemudian, tahun 2018, saya ikut dalam kelompok yang melakukan aksi penembakan terhadap polisi di Tol Cipali. Saat itu kami diliputi rasa tidak puas terhadap pemerintah.”

Aksi tersebut berujung tragis. Menurut Devi, beberapa rekannya tewas di tempat, dua orang divonis hukuman mati, dan satu dijatuhi hukuman seumur hidup. “Saya sendiri tidak berada di lokasi saat kejadian, namun tetap diproses hukum. Saya menjalani hukuman empat tahun penjara,” tuturnya.

Selama menjalani masa tahanan di tiga tempat — Polda Metro Jaya, Lapas Gunung Sindur, dan pembinaan BNPT — Devi mengaku banyak mendapatkan pelajaran penting. Salah satu yang paling berkesan datang dari Ali Imron, eksekutor Bom Bali I.

“Beliau bilang, apa yang kami lakukan dulu salah. Kita tidak bisa menilai negara hanya dari satu dalil. Jangan memakai kacamata kuda dalam melihat sesuatu,” ungkapnya.

Melalui program pembinaan BNPT, Devi mendapatkan banyak materi tentang ideologi kebangsaan, wirausaha, dan nilai-nilai moderasi. Ia menilai, aspek ekonomi juga sering menjadi salah satu pemicu seseorang terjerumus ke dalam jaringan radikal.

“Program kewirausahaan yang diberikan BNPT sangat membantu. Sekarang kami di Padang bekerja sama dengan Astra di bidang jasa, untuk membangun kembali perekonomian kami,” ujarnya.

Kini, Devi aktif berinteraksi dengan sesama eks napiter di Padang, yang jumlahnya sekitar 40 orang dan tersebar di berbagai daerah. “Alhamdulillah, kami semua sudah kembali ke NKRI dan menjalani kehidupan normal dengan bekal yang diberikan BNPT dan Densus 88,” katanya.

Ia juga menyoroti pentingnya peran keluarga, terutama perempuan, dalam mencegah paparan paham radikal.

“Kalau seorang istri atau perempuan mulai merasa ada pengaruh ke arah itu, saran saya: kembali kepada kepala keluarga. Karena keputusan rumah tangga ada di tangan suami,” ujar Devi.

Ia mengaku kini berupaya aktif memberikan edukasi dan berbagi pengalaman kepada masyarakat agar keluarga lain tidak mengalami hal serupa.

“Kalau ada sedikit indikasi radikalisasi, saya akan berusaha memproteksi dulu. Pengalaman dari tahun 2015 sampai sekarang menjadi pelajaran berharga untuk menyelamatkan keluarga dan kaum perempuan,” jelasnya.

Devi menegaskan komitmennya untuk mendukung upaya deradikalisasi ke depan. “Insya Allah, saya siap membantu siapa pun yang ingin tahu atau belajar tentang bahaya radikalisme dan terorisme. Karena saya sudah mengalaminya sendiri, dan saya tahu jalan keluarnya,” pungkasnya.