Duta Damai Harus Miliki Ilmu Pengetahuan dan Komitmen Dalam
Menyebarkan Perdamaian

Padang – Duta Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik
Indonesia (BNPT RI) harus memiliki ilmu pengetahua dan komitmen dalam
menyebarkan perdamaian di dunia maya. Ini penting agar duta damai
tidak terprovokasi dalam melawan propaganda radikal terorisme.

“Kita harus kuasa dunia, kita bentuk opini. Jangan malah kita dikuasai
oleh mereka. Duta damai juga harus miliki komitmen dalam meluangkan
waktu untuk berbuat pada bangsa dan negara dalam penyebaran paham
radikal terorisme, khususnya di dunia maya,” ujar Direktur Pencegahan
BNPT RI Prof. Dr. Irfan Idris, MA, saat membuka Regenerasi dan
Pelatihan Duta Damai BNPT RI Regional Sumatera Barat (Sumbar) di
Padang, Selasa (28/5/2024) malam.

Irfan menilai Sumbar memiliki berbagai kearifan lokal yang bisa
menjadi ‘senjata’ duta damai dalam merekatkan persatuan dan kerukunan,
khususnya di Sumbar. Semua orang tahu Sumbar memang tekenal dengan
kearifan lokalnya, salah satunya adalah rendang yang telah mendunia.

“Dimanapun kita selalu ketemu nasi Padang, pasti ada rendang di
dalamnya. Itu kearifan lokal, uraikan filosopinya, makanya dalam
menciptakan perdamaian di masyarakat. Tidak hanya rendang, pasti
banyak lagi kearifan lokal di Sumbar ini yang bisa kita jadikan
kerarifan nasional,” tuturnya.

Lebih lanjut, Direktur Pencegahan BNPT RI ini mengajak para duta damai
untuk berbangga bisa menjadi relawan perdamaian bagi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, ia meminta para duta damai untuk
tidak menghabiskan waktu dengan membuat narasi provokatif. Mereka
harus kreatif dan inovatif dalam membuat narasi damai, kearifan lokal
yang membumi, dan narasi inklusif.

“Kalau eksklusif tidak mau gaul kelompok lain, agama lain, suku lain,
yang bukan kelompoknya, yang bukan sama jenis pakaian. Jangan salah
beda bukan berarti bertentangan,” jelas Irfan.

Menurutnya, bersaudara itu karena empat hal yaitu sesama manusia
(ukhuwah basyariyah), sesama bangsa (ukhuwah wathaniyah), dan sesama
muslim (ukhuwah islamiyah).

“Itu harus kita suarakan. Adik-adik harus menyajikan konten secara
kreatif dan komunikatif,” imbuhnya.

Ia mengungkapkan bahwa teroris itu small group big plan atau kelompok
kecil dengan rencana besar. Dari 250 juta penduduk Indonesia saat ini,
jumlah teroris memang kecil sekitar 600an orang. Tapi jumlah itu
jangan membuat simpati, tapi mereka justru harus diwaspadai karena
tujuan mereka andalan mendirikan negara Islam

“Terorisme dan radikalisme ancaman nyata yang terus mengintai bangsa
kita. Mereka masuk lewat tafsiran agama,” ungkapnya.

Saat ini, lanjut Prof Irfan, teroris global sudah membaca bahwa orang
Indonesia tidak takut teroris. Penilaian itu muncul setelah di
beberapa kasus terorisme terakhir seperti Bom Thamrin, dimana
masyarakat justru menonton aksi tersebut. Karena itu, mereka
memerintahkan pengikutnya di Indonesia diperintahkan untuk menguasai
media sosial dan generasi muda. Disitu ada perempuan, anak, dan remaja
yang mudah terpapar.

Ia menambahkan, keberadaan duta damai ini adalah untuk mencegah
paparan paham radikal terorisme. Menurutnya, radikalisme yang dihadapi
sekarang berasal dari kata radix yang kalau berdisi sendiri bagus,
tapi kalau ada isme-nya itu bahaya karena menolak Pancasila, NKRI,
intoleran, dan suka mengkafir-kafirkan.

“Makanya kita membekali peserta regenerasi duta damai ini untuk
menjadi agent of change agar nanti jadi suri tauladan. Duta Damai
Regional Sumbar harus memberi pengaruh kepada generasi muda di Sumbar.
Kalian harapan bangsa. Manfaatkan kesempatan ini untuk belajar,
diskusi, menggali wawasan untuk meningkatkan kemampuan diri dan
jaringan,” paparnya.

Pada kesempatan itu, Direktur Pencegahan BNPT RI memaparkan materi
“Strategi Pencegahan Paham Radikalisme di Kalangan Pemuda”. Ia
mengungkapkan bahwa kata kunci pencegahan adalah public awareness atau
kesadaran diri artinya harus berangkat dari dalam diri. Kedua
community enggagement yaitu harus merapatkan barisan untuk menghadapi
musuh bangsa, musuh kemanusiaan. Kemudian ketiga adalah community
resilience dimana masyarakat harus miliki daya tahan kuat.

“Daya tahan bangsa Indonesia harus diatas virus radikalisme, kalau
dibawah Indonesia bisa hancur,” tukasnya.

Keempat, kata Prof Irfan, national resiience yaitu ketahanan nasional.
Ia yakin kalau kata kunci pencegahan itu terwujud, maka bangsa
Indonesia akan imun dari serangan radikalisme dan terorisme.