Jakarta – Perkembangan teknologi di dunia digital membuat penyebaran informasi menjadi sangat cepat dan mudah. Ironisnya kecanggihan digital ini banyak dimanfaatkan kelompok-kelompok kekerasan untuk menyebarkan ideologinya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel menyoroti pesan bermuatan ideologi kekerasan dalam derasnya arus informasi yang masuk melalui internet tersebut.
“Sekarang sudah tidak bisa dibendung lagi berbagai informasi yang masuk ke seluruh lapisan masyarakat, baik secara langsung, secara offline atau luring, maupun online atau daring. Ideologi ini masuk, karena sekarang sel-sel yang membangun ideologi kekerasan bukan hanya dengan kegiatan terbuka,” kata Kepala BNPT RI dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (17/7/2023).
Rycko menambahkan, banjirnya pesan bermuatan ideologi kekerasan tersebut dapat memberi pengaruh kontraproduktif, terutama kepada generasi muda. Hasil penelitian dalam laporan I-KHub BNPT Counter Terrorism and Violent Extremism Outlook tahun 2023 juga mengonfirmasi kerentanan generasi muda Indonesia.
Interaksi online atau daring yang belakangan menjadi tren arus utama, terutama pada masa pandemi COVID-19, dimanfaatkan oleh kelompok ekstremis untuk melakukan radikalisasi daring.
“Tiga tahun masa pandemi kita lebih banyak menggunakan interaksi sosial online. Ternyata ini dimanfaatkan dengan menggunakan radikalisasi online yang disebut dengan online radicalization,” ucapnya.
Dari online radicalization ini, tutur Rycko melanjutkan, kelompok paling banyak meningkat terpapar-nya adalah pemuda, perempuan, dan anak-anak.
Oleh karena itu, dia mengatakan penting bagi pihak yang berkepentingan untuk membangun public awareness atau kesadaran publik.
Publik yang sadar dengan sendirinya tidak akan gampang terjerat janji-janji surgawi yang ditawarkan kelompok radikal ekstrem. Sehebat apa pun mereka mengajarkan ideologi kekerasan, kalau masyarakat menolak, tidak akan ada gunanya.