Jakarta – PKC PMII Sulawesi Tenggara menggelar dialog publik dan deklarasi pemilu damai 2024 pada Senin, 26 Juni 2023 di Aula Unusra, Kota Kendari dengan tema Membangun Karakter Bangsa, Mencegah Isu SARA, Hoaks dan Perpecahan, Menyongsong Pemilu Damai 2024.
Kegiatan yang dipandu oleh Muhammad Rifki Syaiful Rasyjd itu menghadirkan dua narasumber yakni Rektor Unusra, Prof. Dr. Nasruddin Suyuti, M.Si dan Kasubdit V Dit Intelkam Polda Sultra, AKBP Eddy Mulsupriyanto.
Dalam pemaparan materinya, Rektor Unusra, mengatakan bahwa salah satu tujuan pemilihan umum adalah pergantian pimpinan politik.
“Tetapi pergantian itu kita harapkan dilaksanakan secara damai. Karena kita tahu karakter bangsa Indonesia sangat mencintai damai,” ujar Prof Nasruddin dalam keterangannya, Senin (26/6).
“Oleh karena itu kita harapkan pemilu damai pada tahun 2024 mendatang. Jangan ada isu sara, isu hoaks. Sebab saat ini di sosial media terlalu banyak berita sara dan hoaks yang bisa menimbulkan perpecahan,” sambungnya.
Kata dia, agar tidak terjadi perpecahan, maka perlu pemilu dikaitkan dengan nilai-nilai budaya. Buton, Muna, Tolaki, Bugis, Jawa, Bali, dan sebagainya. “Pemilu damai kita terus gaungkan, agar tidak terjadi perpecahan”.
“Instrumen partisipasi rakyat atau masyarakat. Jadi partisipasi kita masyarakat sangat diharapkan. Ini juga akan mengevaluasi kinerja kepemimpinan politik,” jelas Prof Nasruddin.
Dia juga menjelaskan akan pentingnya mahasiswa mengawasi pemilu. Menurutnya agar warga mendapat haknya untuk memilih jika ada warga yang tidak terdaftar maka bisa diperjuangkan.
“Mahasiswa juga bisa menunjang terpilihnya para pemimpin yang amanah dan tidak korupsi. Karena itulah fungsi pengawasan mahasiswa yang terlibat,” lanjutnya.
Sementara itu, Kasubdit V Dit Intelkam Polda Sultra, AKBP Eddy Mulsuprianto, SE.,M.Ap mengatakan bahwa Indonesia berdiri diatas pondasi yang kuat, yakni Pancasila.
Namun hari ini, kata dia, masih banyak dari kita belum memahami Indonesia ini seperti apa, sehingga tidak mampu untuk mencintainya.
“Negara ini diwarnai dengan kebhinekaan namun kita semua tetap menyatu. Berbagai adat dan bahasa menjadi aset besar Indonesia,” beber Eddy.
“Mengenai terorisme, kita di Sulawesi tenggara belum sepenuhnya aman. Di Sultra sudah ada beberapa penangkapan, dan juga sudah banyak Napite,” lanjutnya.
Selain terorisme, ungkap Eddy, banyak juga yang menurunkan wawasan kebangsaan, diantaranya adalah narkoba.
“Perkembangan Kamtibmas di sulawesi tenggara, masih ada penyebaran paham-paham radikalisme anti pancasila melalui live streaming yang notabenenya masyarakat sini,” imbuhnya.