Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni sepakat dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang mendorong kelompok Negara Islam Indonesia (NII) masuk dalam daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme (DTTOT).
“Sangat sependapat dengan BNPT,” ucap Sahroni dikutip dari laman detikcom, Sabtu (8/7/2023).
Menurut Sahroni, NII merupakan ancaman karena memiliki ideologi yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Karena itu, pemerintah harus segera bertindak.
“Kita tidak boleh main-main dengan mereka yang dapat menyebabkan rusaknya kultur kita. Harus diberi efek jera,” kata Sahroni.
Dia yakin BNPT tidak akan semena-mena atau ceroboh dalam menindak NII jika sudah masuk dalam daftar organisasi terorisme. “Saya yakin, Kepala BNPT ahli dalam hal penindakan,” katanya.
Sebelumnya, BNPT mengakui Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun yang dipimpin oleh Panji Gumilang secara historis memiliki afiliasi dan keterkaitan dengan gerakan NII. Namun BNPT tidak bisa serta-merta dijerat pasal terorisme karena tidak termasuk dalam DTTOT.
“Persoalannya adalah apakah sampai saat ini masih ada? Tentu ini masih dalam proses kajian dan pendalaman BNPT bersama dengan stakeholders terkait lainnya,” kata Direktur Deradikalisasi BNPT, Brigjen Ahmad Nurwakhid, dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/7/2023).
“UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Nomor 5 Tahun 2018 hanya bisa diterapkan terhadap kelompok atau jaringan radikalisme yang masuk dalam daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme (DTTOT), seperti JI, JAD, JAT, dan lainnya,” jelas Nurwakhid.
Dijelaskannya, DI/TII atau NII merupakan kelompok jaringan radikal terorisme melalui gerakan pemberontakan yang dipimpin oleh Marijan Kartosuwiryo. Namun dengan dicabutnya UU Anti subversi Nomor 11/PNPS/1963 pascareformasi, negara tidak punya instrumen hukum untuk menjerat NII.
Isu NII kembali menjadi perbincangan publik setelah Panji Gumilang diduga melakukan penodaan agama. Hingga saat ini, menurut Nurwakhid, NII belum tercantum dalam DTTOT sebelum mendapatkan Ketetapan dari Pengadilan.
“Karena itulah, melihat dari aspek historis dan ideologi, serta gerakannya yang masih ada hingga saat ini, kita mendorong agar NII dimasukkan dalam DTTOT sehingga bisa dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” tegas Nurwakhid.