Jakarta – Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme dan pemerintah, akhirnya sepakat menghilangkan pasal Guantanamo atau pasal 43 dalam RUU Terorisme yang tengah dibahas. Penghapusan pasal Guantanamo itu berdasarkan permintaan pemerintah yang memandang pasal tersebut bisa menjadi masalah di kemudian hari.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme, Supiadin Aries Saputra di Gedung DPR RI, Jakarta. Dikatakan, pasal 43A yang tadinya pasal Guantanamo setelah dihilangkan diganti menjadi bab pencegahan di Bab VIIA. Anggota Panja DPR RI juga sepakat dengan penghapusan pasal itu.
“Tidak ada dasar hukum yang mengatur penahanan orang yang diduga sejak awal terindikasi bergiat dalam aksi terorisme. Aspek Hak Asasi Manusia pun menjadi dasar penghapusan pasa Guantanamo itu. Bagaimana orang tidak jelas bisa ditangkap, ditahan, dipenjarakan untuk waktu 60 hari, dasar hukumnya apa,” kata Supiadin ketika dihubungi ‘damailahindonesiaku’, Kamis (5/10/2017).
Menurutnya, penangkapan dan penetapan tersangka harus didahului dengan temuan dua alat bukti permulaan yang cukup. Pada pasal 43 dulu, tiba-tiba orang bisa ditangkap dan ditahan. Itu pelanggaran KUHAP. Beleid (langkah) itu kini menjadi bab yang mengatur aspek pencegahan yang meliputi kesiapsiagaan, deradikalisasi, dan kontraradikalisasi.
Politikus Partai Nasional Demokrat itu mengatakan, pasal 43 atau dikenal dengan pasal Guantanamo menjadi polemik dalam pembahasan RUU Terorisme di DPR bersama pemerintah. Pasal ini mengatur kewenangan penyidik ataupun penuntut untuk menahan terduga teroris selama 6 bulan. Pasal ini dinilai sejumlah pihak memiliki banyak celah untuk penyalahgunaan wewenang. Pembahasan pasal ini pun berjalan alot.
Pasal Guantanamo dalam RUU Terorime sebelumnya juga dikritik beberapa kelompok masyarakat sipil seperti Muhammadiyah. Wakil Ketua Majelis Hukum Muhammadiyah Trisno Raharjo menyatakan pasal ini berpotensi menuduh seseorang sebagai teroris. Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf, juga mendesak Panja RUU Terorisme menghapus pasal 43A itu