Baghdad – Sebuah dokumen tentang alur organisasi kelompok teror Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dimunculkan ke publik. Dokumen tersebut ditemukan di Distrik Al-Baaj, Kota Mosul, setelah pasukan Irak berhasil membebaskan kota itu dari ISIS pada Juni 2017 lalu. Dokumen itu memiliki logo ISIS dengan tulisan ‘Komite Otorisasi’.
Dalam dokumen tersebut, ditunjukkan bagaimana cara ISIS mengontrol wilayah-wilayah yang dikuasainya. Selain itu terdapat jenis hukuman bagi pejuang yang melanggar kode etik mereka. Dokumen itu juga menunjukkan setiap orang yang diculik ISIS harus diserahkan kepada ‘pengadilan militer’ dan ‘dinas rahasia’ mereka yang kemudian dijatuhi hukuman sesuai yang diinginkan.
Pakar konflik Timur Tengah, Hassan Abu Haniyeh seperrti dikutip dari ‘Al Jazeera’, Kamis (30/11/2017) mengatakan, jenis hukuman yang ada di ISIS dimulai dari ringan, menengah, hingga hukuman mati. Hukuman ringan yang ada di ISIS adalah penjara dan cambukan. Jika seorang pejuang ISIS ketahuan mabuk-mabukan, maka hukumannya adalah beberapa kali cambukan sebelum kemudian dimasukkan ke penjara.
Terhadap pelaku pemerkosaan bocah di bawah umur, cambukannya digandakan menjadi puluhan kali. Kemudian jika pejuang itu kedapatan mencuri, maka tangan yang digunakan untuk mencuri akan dipotong. Sementara, hukuman paling berat, hukuman mati, dijatuhkan kepada mereka yang melakukan hubungan sesama jenis dan menolak berperang bagi ISIS. Bagi perilaku homoseksual, hukuman matinya dijatuhkan dari gedung tinggi.
Komite Otorisasi ISIS dibentuk pada 2016 dan merupakan dewan eksekutif untuk mengelola organisasi hari demi hari di tengah banyaknya komandan maupun pejabat mereka yang terbunuh, tertangkap, maupun melarikan diri. Haniyeh juga membeberkan, cara kerja Komite Otorisasi itu mirip dengan Nazi atau organisasi fasis lainnya.
“Setiap pengambilan keputusan di struktur ISIS harus melalui Komite Otorisasi yang menguasai hampir semua aspek. Termasuk bidang keagamaan,” ujar Haniyeh yang juga menyebutkan bahwa ketua komite itu adalah pria Yordania bernama Abu Abdel Rahman al-Shami.