Jakarta- Doktrin kebencian dan permusuhan merupakan paham yang menumbuhkan sikap kekerasan dan aksi terorisme. Inilah yang diakui oleh salah satu mantan teroris, Yudi Zulfahri, yang yang ditangkap 22 Februari 2010 di perbukitan Jalin, Jantho, Aceh Besar. Peran Yudi sangat sentral dalam pembukaan kamp pelatihan tersebut. Dialah penghubung penting jaringan terorisme yang berpusaran di Pulau Jawa dengan kelompok lokal di Aceh.
Diakuinya, awal mula ia berkenalan dengan paham kekerasan melalui pengajian di kampus. Sebelumnya Yudi merupakan mahasiswa STPD, yang tidak pernah belajar agama secara khusus. Melalui aktifitas pengajian tersebut ia merasa ada perubahan cara pandang dalam melihat lingkungan. Doktrin paling penting yang menurutnya merubah cara pandangnya adalah doktrin pemurniaan tauhid dan pengkafiran.
“Sebelum meneguhkan keimanan pertama harus memurnikan tauhid dengan membuang kesyiirikan dan kekufuran. Inilah awal yang tertanam dalam pikiran dan keyakinan saya dalam melihat realitas“ demikian petikan kesaksian Yudi pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Kalangan Pemuda dan Mahassiswa kerjasama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di Jakarta, Sabtu (15/04/2018).
Dari keyakinan tersebut menurut Yudi ia berkenalan dengan kelompok lain. Salah satu kelompok yang ia yakini benar pada masa itu adalah kelompok salafi ekstrim yang mengajarkan konsep untuk membenci dan melawan thogut. Salah satu dari wujud toghut adalah pemerintah yang dhzalim dan orang yang berhukum selain hukum Allah.
“Kalau mau menjadi seorang muslim kita harus mengkufuri thogut. Inilah yang menyebabkan saya menjadi galau karena harus keluar dari PNS karena takut menjadi kafir.” tuturnya.
Dari pengalaman tersebut, ia dihantarkan bertemu dengan kelompok radikalisme yang tidak hanya mengkufuri, tetapi juga membenci dan memusuhi mereka yang dipandang kafir dan toghut. Doktrin kufur telah menjelma menjadi doktrin kebencian dan permusuhan kepada mereka yang berbeda.
“Doktrin kebencian dan permusuhan tidak akan keluar, kecuali kita keluarkan. Ini yang membuat saya merasa tersiksa karena kemana-mana saat saya jalan bertemu dengan orang yang dipandang kafir dan thogut. Inilah kesaksian saya dan tidak berlaku untuk saya untuk menghindari paham kelompok salafi ekstrim.” himbau Yudi.
Itulah menurutnya akar masalah terorisme yang sangat menyiksa karena kehidupannya penuh dengan rasa kebencian dan permusuhan. Dari proses tersebut, kelompok salafi ekstrim menjadi pondasi dalam mendorong lahirnya ekstrimisme. Selain itu, doktrin salafi ekstrim akan mengajarkan intoleransi karena mengajarkan kelompok lain selalu salah.