Serang – Para guru utamanya guru tingkat SMA harus dapat memahami bagaimana cara menangkal paham intoleransi, radikalisme.dan terorisme. Hal tersebut seiring dengan masih masifnya penyebaran paham intoleransi, radikalisme dan terorisme di lingkungan pelajar dan generasi muda.
Hal tersebut dikatakan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Banten, Dr. H. Tabrani, M.Pd, disela-sela Pelatihan Guru dalam rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan dan Bullying yang diadakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang berlangsung di aula SMANegeri 3, Serang, Banten, Senin (29/4/2024).
“Saya kira kegiatan ini sangat penting karena tidak semua guru tahu dan paham bagaimana cara menangkal paham radikalisme. Dan ini memang perlu pengetahuan khusus perlu pemahaman khusus yang nanti kalau sudah tahu dan paham mudah-mudahan akan bisa mendeteksi secara dini. bila sewaktu-waktu ada. mudah-mudahan aman dan damai di sekolah-sekolah,” ujar Tabrani.
Dirinya mengakui kalau selama ini kurangnya para guru memiliki pengetahuan yang utuh menjadi kendala bagi para guru dalam mencegah bahaya intoleransi, radikalisme dan terorisme baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarganya.
“Teman-teman (guru) ini kan tidak mempunyai pengetahuan yang utuh bahwa siapa orang-orang yang ada di sekelilingnya sebagai pelaku terorisme. Nah makanya nanti mudah-mudahan melalui workshop ini itu bisa dipahami, sehingga minimal dia bisa mengetahui, bisa memahami dan akhirnya kalau terjadi walaupun dia tidak bisa melakukan tindakan langsung dia bisa menyampaikan laporan kepada pihak-pihak yang berwenang,” ujarnya.
Namun demikian dirinya mengatakan kalau pihaknya secara rutin dan kontinue melakukan rapat koordinasi dengan para kepala sekolah dan juga melakukan pertemuan-pertemuan dengan pengurus Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang mana secara normatif dirinya menyampaikan pemahaman tentang pengelolaan penyelenggaraan Pendidikan.
“Kami juga menyampaikan pesan-pesan pada guru-guru kami bahwa hari ini kita jangan pernah lengah terhadap aktivitas para terorisme yang mungkin yang mungkin masuk ke lingkungan sekolah,” ucapnya.
Disamping itu, ditengah era digital ini dirinya juga meminta para guru untuk meng-updgrade ilmu pengetahuan dan juga kapasitasnya sebagai tenaga pendidik. Dimana di era digital anak-anak muda nyatanya justru lebih cepat dalam mendapatkan informasi dibanding para pengajarnya.
“Situasi sekarang tentunya sudah berbeda dengan dulu. Kami juga meminta para teman teman guru ini untuk mengupdate pengetahuan, guru harus banyak belajar agar tidak tertinggal dari para murid-muridnya, dimana anak-anak remaja sekarang justru lebih mengerti terlebih dahulu yang bersumber dari dunia maya,” ucapnya.
Oleh sebab itu pihaknya merasa bersyukur dan berterima kasih kepada BNPT yang telah mengadakan pelatihan kepada para guru pada program Sekolah Damai ini sebagai upaya untuk menambah wawasan bagi para guru tentang bagaimana pencegahan terorisme khususnya itu di lingkungan pendidikan, baik untuk para guru maupun para siswa.
“Saya terima kasih kepada BNPT, dimana Banten menjadi salah satu provinsi yang menjadi sasaran untuk melakukan kegiatan workshop ini. Mudah-mudahan kegiatan ini nanti bisa dipahami oleh para guru yang mengikuti dan akhirnya bisa disemaikan kepada teman-teman yang lain yang ada di sekolahnya masing-masing Tentunya ini momentumnya sangat tepat dalam menyambut hari pendidikan nasional di tahun 2024,” ujar Tabrani mengakhiri.
Sementara itu narasumber lain yang dihadirkan Dosen Iniversitas Muhammadiyah Prof. Dr.Hamka (Uhamka) Mohammad Abdullah Darraz, MA, M.Ud, mengatakan bahwa di era digital dimana saat ini banyak sekali propaganda intoleransi, radikalisme dan terorisme maka dirasa penting menciptakan ekosistem sekolah damai.
“Karena tidak ada satupun sekolah yang mengajarkan radikalisme dan terorisme, tetapi sekolah harus waspada dan menjadi cure bagi siswa yang terpapar,” ujar Abdullah Darraz.
Dijelaskannya, intoleransi ini terjadi karena adanya penolakan ketidakpenerimaan atas realitas perbedaan yang ada. Sedangkan radikalisme adalah fenomena sosial politik keagamaan yang menonjolkan kebencian terhadap perbedaan. Lalu ekstremisme adalah pemikiran dan gerakan politik keagamaan yang bertujuan menciptakan masyarakat homogen berdasarkan doktrin ideologis, yang kaku dan dogmatis.
“Semakin ia intoleran dan menolak perbedaan, maka semakin rentan dia terpapar radikalisme. Di sinilah kemudian peran guru, menumbuhkan sikap toleran pada siswanya. Jika mengadakan kajian mingguan, baiknya sekolah mengundang penceramah dari internal atau ormas-ormas moderat sebagai antisipasi dari infiltrasi penceramah radikal,” ucapnya.
Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu guru kuasai, pertama adalah kemampuan mengidentifikasi sikap intoleransi pada siswa. Kelompok radikal menyasar sekolah umum karena sekolah ini dianggap tidak punya basis keagamaan yang kuat.
“Jadi mereka cenderung menyasar sekolah-sekolah umum. Guru PKN misalnya jadi aktor radikalisasi di salah satu sekolah di Jawa Tengah. Guru Bahasa Indonesia terpapar juga di Jateng. Pemahaman keagamaan yang kuat dapat menjadi tameng ketahanan untuk mencegah paham radikalisme di lingkungan sekolah,” ujar Darraz mengakhiri.
Turut hadir dalam acara tersebut Direktur Pencegahan BNPT, Prof Dr. Irfan Idris, MA, Kasubdit Kontra Propaganda, Kolonel Cpl. Hendro Wicaksono, SH, M. Krim beserta staf, Kepala Sekolah SMAN 3 Serang, Edi Sutedi, S.Pd, M.Si. Narsamber lain yang mengisi materi pada pelatihan ini yakni Dosen & Psikolog Putri Dian Dia Conia, P.Psi., Psikolog, mantan napi terorisme, Irhan Nugraha, S.E..