Jakarta – Dirjen Pemasyarakatan (PAS) Kemenkum HAM, I Wayan Kusmiantha Dusak mengatakan, sampai April 2017 ini tercatat ada 500 orang tahanan atau warga binaan yang terlibat kasus terorisme. Jumlah itu meningkat sangat signifikan di banding dua tahun sebelumnya.
“Jika sampai April 2017 ini ada 500 warga binaan yang terlibat kasus terorisme, pada tahun 2016 hanya tercatat 165 orangan tahanan. Sedangkan pada tahun 2015, jumlah tahananan yang terlibat kasus terorisme tercatat 203 orang,” kata I Wayan Kusmiantha Dusak di acara Pemasyarakatan Buka-bukaan di Ditjen PAS, Jl Veteran, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (26/4/2017).
Dalam kesempatan itu, Dirjen PAS juga menceritakan sebagian masalah yang dialami lembaga pemasyarakatan (lapas). “Saya baru saja kembali dari Arab Saudi pada 19 April 2017 lalu. Saya ke sana bukan untuk umrah, tetapi mengunjungi penjara. Bagaimana negara Islam memperlakukan warga muslim di penjara,” katanya.
Menurutnya, penjara di Indonesia sudah terlalu padat (over crowded) untuk tahanan dari berbagai kasus. Dia melihat lapas di Arab Saudi menyediakan fasilitas untuk warga binaan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Dia menyadari lembaganya belum bisa memenuhi kebutuhan warga binaan tersebut.
“Di Arab itu ada tempat untuk memenuhi kebutuhan biologis dengan istrinya. Negara lain sudah ada seperti Amerika, Australia, bahkan terakhir saya ke Georgia. Saya bukan menolak tapi tidak sanggup untuk tidur saja berebut apalagi begituan,” jelasnya.
Dia juga menyoroti masalah kurangnya petugas lapas juga menjadi kendala bagi pengawasan narapidana. Dusak mengatakan di Indonesia satu petugad harus mengawasi 50 narapidana. Jika dibandingkan dengan negara Asia misalnya, ambil 10 negara ASEAN, yang paling banyak perbandingan napi dengan petugas adalah 1:5 sementara di Indonesia 1:50.