Banjarmasin – Aksi terorisme umumnya didorong oleh ideologi agama yang ditafsirkan sempit atau dipelesetkan oleh para pemimpin kelompok radikalisme dan terorisme untuk mencapai tujuan mereka. Anak-anak muda yang masih polos direkrut untuk kemudian dicuci otaknya (brain washing) dan diindoktrinasi dengan ajaran sesat.
“Dari sinilah banyak pemuda kita digelincirkan. Kalau dahulu hanya sejumlah organisasi yang dikenal sebagai sumber perekrutan kader-kader muda teroris, kini pengkaderan merambah ke organisasi lain. Bahkan lebih berbahaya lagi, pola-pola perekrutan anak-anak muda Indonesia kini tidak hanya dilakukan melalui organisasi, melainkan juga melalui dunia maya dan media sosial,” ungkap Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. Drs. Hamidin saat membuka Dialog Mendayagunakan Kearifan Lokal Dalam Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Ballroom Aria, Barito Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (11/8/2016).
Media sosial, lanjut Brigjen Hamidin, merupakan dunia tanpa batas dan ini memiliki kekuatan yang luar biasa. Jika dampak negatifnya tidak bisa dicegah, akan terjadi kehancuran generasi muda Indonesia. Apalagi pengguna dunia maya umumnya adalah anak muda berumur rata-rata 20-25 tahun. Anak-anak muda dalam usia ini biasanya sangat mudah didoktrin.
Selain itu mantan Kapolres Jakarta Pusat dan Metro Tangerang ini mengungkapkan bahwa melalui dunia maya para pelaku radikalisme melancarkan propaganda dengan menebar pesan kebencian, penghasutan, serta menghalalkan cara-cara kekerasan. “Oleh karena itu, kita harus mencegah perekrutan terorisme terhadap anak muda Indonesia melalui dunia maya. Ajaklah dan bentengi anak-anak muda Indonesia agar jangan mau terpengaruh bujuk rayu, sehingga bergabung dengan kelompok teroris,” imbuh Brigjen Hamidin.
Di sinilah, ungkap Brigjen Hamidin, peran semua pihak, baik tokoh agama, pendidikan dan juga tokoh budaya untuk ikut serta terlibat dalam untuk mencegah terorisme tersebut. Menurutnya, kekuatan politik dan ekonomi tidak akan berdiri kokoh jika tidak dilandasi kebudayaan. Fondasi kebudayaan ini sangat penting. Bahkan, kekuatan kebudayaan Indonesia berpotensi untuk menangkal terorisme dan radikalisme.
“Maka dari itu buatlah berita berimbang. Jadikan budaya untuk memberikan informasi yang signifikan dan tepat. Karena tanpa dipublikasi teroris itu tidak ada apa-apanya, Yang harus kita kedepankan adalah ulama modern yang lebih tinggi. Kemudian kita mencoba dua hal yaitu mengedepankan dan mengubah pola pemikiran orang agar tidak radikal dengan pelan,” ujar jenderal bintang satu saat menutup paparannya.