Direktur Pencegahan BNPT: Pemuda dan Mahasiswa Kelompok Paling Rentan Teradikalisasi

Pemuda dan mahasiswa adalah kelompok yang paling rentan terpapar paham radikalisme dan terorisme. Karenanya tidak heran bahwa orang-orang yang bergabung dengan ISIS didominasi kelompok usia muda. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol. Drs. Hamidin pada Dialog Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Perguruan Tinggi, yang diadakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), pada Selasa (19/9) di Universitas Mulawarman, Samarinda.

“Berdasar penelitian, usia antara 18 sampai 25, pemuda dan mahasiswa, adalah kelompok usia paling rentan untuk terpapar pengaruh paham radikalisme dan terorisme,” ungkap Hamidin di depan lebih dari 300 peserta yang hadir. Ditambahkannya, “apalagi kini dengan adanya keterbukaan informasi lewat internet, kelompok teroris seperti ISIS mudah sekali menjangkau ke ruang-ruang privasi setiap orang.”

Pria kelahiran 1963 ini juga menyatakan bahwa cara-cara penanggulangan terorisme dengan mengedepankan hard approach, kekuatan militer dan senjata, tidak efektif. Karena itulah negara kemudian mendirikan BNPT yang mengedepankan metode soft approach, melalui dialog, silaturahmi kepada berbagai kelompok masyarakat, merangkul berbagai pihak untuk berpartisipasi mencegah masuknya paham-paham radikalisme dan terorisme

Hamidin mengakui bahwa di Indonesia propaganda ISIS cukup lama tidak diantisipasi dengan baik oleh negara. Tapi belakangan ini sudah ada beberapa media yang melakukan kontrapropaganda kampanye ISIS, termasuk yang digalang BNPT melalui Pusat Media Damai (PMD). PMD memberikan informasi terkait terorisme, memberi pemahaman keagamaan yang tepat dan damai, serta menumbuhkan komunitas-komunitas antiterorisme di berbagai daerah di Indonesia.

“Jika ada tindakan terorisme yang membahayakan tentu prinsipnya adalah penegakan hukum, ditangani dengan senjata. Tapi di luar itu kami mengedepankan pendekatan kemanusiaan,” ujar Hamidin. Menurutnya acara-acara dialog seperti yang digelar di Samarinda ini penting untuk mensosialisasikan bahwa bahaya terorisme bukan isapan jempol. Karena itu dibutuhkan upaya bersama seluruh kalangan untuk ikut mencegah penyebaran paham kekerasan, menyebarkan pemahaman agama yang damai dan pemupukan nasionalisme dan kecintaan pada tanah air.