Jakarta – Aksi terorisme yang terjadi di Indonesia yang terjadi selama ini semakin lama terus semakin berkembang. Kecenderungan saat ini aksi terorisme tidak hanya dilakukan di lingkungan perkantoran, tempat wisata ataupun di kantor kedutaan saja. Fasilitas umum ataupun tempat-tempat keramaian saat ini juga menjadi sasaran aksi terorisme.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Perlindungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. Drs. Herwan Chaidir saat memberikan sambutan dan paparan saat membuka acara Focus Group Discussion (FGD) ke-II Penyusunan Buku Panduan Sistem Keamanan Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan dalam Menghadapi Ancaman Terorisme yang digelar di Hotel Sehati, Ragunan, Jakarta, Selasa (6/6/2017)
“Aksi mereka sudah tidak memilih tempat. Dan bukan tidak mungkin aksi terorisme akan merambah ke kawasan Lambaga Pemasyarakat (Lapas). Untuk itu kami membuat buku panduan sistem pengamanan mengenai bagaimana dan apa yang harus dilakukan jika terjadi ancaman terorisme di Lingkungan Lapas,” ujar Brigjen Pol. Herwan Chaidir.
Pria yang pernah menjadi Kasubden Bantuan Detasemen Khusus 88/Anti Teror Polri ini juga memaparkan pentingnya pengetahuan dan wawasan yang luas dalam menghadapi ancaman terorisme di lingkungan Lapas.
“Info yang terbaru saja misalnya penyerangan kota Marawi di Filipina salah satunya oleh kelompok teroris ISIS telah menyerang Lapas yang membuat 28 tahanan melarikan diri,” ujar pria kelahiran Palembang, 7 Oktober 1963 ini
Lebih lanjut Alumni Akpol tahun 1987 ini juga mengingatkan pentingya pengetahuan peserta FGD ini terhadap dinamika perkembangan organisasi teror yang telah terjadi di dunia. “Misalnya masih ada perbedaan antara aksi yang dilakukan oleh ISIS dengan aksi oleh Al Qaeda. Dimana sekarang ini ISIS dalam melakukan aksinya telah menguasai suatu daerah. Ini yang terjadi seperti di Suriah dan Filipina,” katanya
Pria yang juga pernah menjabat Kabid Pencegahan Densus 88/Anti Teror Polri ini mengatakan, Direktorat Perlindungan BNPT sendiri berupaya menyusun draft buku panduan yang berkualitas, misalnya dengan melakukan penelitian terlebih dahulu di 10 Lembaga Pemasyarakatan yang tersebar di 8 provinsi.
“Sehingga dengan bahan penelitian ini FGD dapat menghasilkan masukan yang tajam guna menghadapi ancaman radikal terorisme. Karena ancaman bisa saja terjadi didalam Lapas itu sendiri (internal) maupun ancaman yang bersifat dari luar lapas (eksternal),” kata mantan Kapolres Gorontalo dan Kapolres Pohuwato ini.
Untuk itu pria yang mengawali karir polisinya sebagai Kanit Resintel Polses Ciputat di lingkungan Polda Metro Jaya ini berpesan agar Buku Panduan ini dapat menjadi buku yang berkualitas dan bisa menjadi early warning pencegahan ancaman terorisme untuk Indonesia pada saat ini maupun dimasa yang akan datang.
“Diharapkan dengan poin-poin yang merupakan hasil masukan dari stakeholder terkait dapat menjadikan buku ini sebagai acuan dalam mendeteksi berbagai modus operandi kelompok terorisme saat melakukan aksi terorisme bukan saja dengan bom tetapi juga menggunakan kendaraan, penusukan yang telah dibeberapa belahan dunia seperti peristiwa di Nice, Perancis, dimana pelaku teror melakukan aksinya dengan cara menabrakan truk ke tengah kerumunan masyarakat,” ujarnya mengakhiri.
Acara FGD ini menghadirkan beberapa narasumber Dr. Sri Yunanto (staf ahli Menko Polhukam, Dannie Firmansyah (Kepala Lapas Khusus kelas II B Sentul), AKBP Dominggus Pahnael (Baharkam Mabes Polri) dengan dipandu Drs. Hudianto (mantan Kasubdit Pengamanan Lingkungan BNPT) sebagai moderator. Selain itu hadir pula dari BAIS TNI, Densus 88/Anti Teror Polri, Ditjen Pemasyarakatan, Pemadam Kebakaran, para peneliti dan juga praktisi.