Tangerang – Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. Ir. Hamli, ME mengajak generasi muda untuk berada di garda terdepan sebagai agen perubahan dalam menghadapi serangan radikalisme dan terorisme, terutama di dunia maya. Karena itu, generasi muda harus terus memperkuat agar bisa mumpuni menghadapi serangan itu.
“Generasi milenial sekarang sangat mudah disasar propaganda radikal terorisme, terutama dengan semakin canggihnya teknologi informasi. Hal itulah yang harus disadari sehingga generasi muda wajib waspada dan terus memperkuat diri dan pemahamannya tentang ancaman radikal terorisme” kata Brigjen Hamli saat membuka secara resmi Pelatihan Duta Damai Dunia Maya Provinsi Banten di Tangerang, Minggu (22/4/2018).
Brigjen Hamli mengungkapkan, berdasarkan data APJII, jumlah pengguna internet di Indonesia sekarang kurang lebih 132 juta orang dan yang memiliki SIM Card hampir 300 juta. Fakta itulah menjadi bukti betapa dunia maya menjadi tempat propaganda yang efektif. Ironisnya, Bahkan dunia maya saat ini dipenuhi konten radikal terorisme dan berita bohong (hoax) yang diproduksi kelompok radikal.
“Ini sangat rawan dan bahaya sehingga butuh langkah antisipatif dan preventif. Maka dari itu, BNPT yang secara konstitusional merupakan institusi untuk melakukan pengawasan kontra radikalisme di dunia maya, melaksanakan pelatihan duta damai dunia maya ini. Tujuannya untuk mendorong anak muda memenuhi dunia maya dengan konten positif dan damai,” terang Brigjen Hamli.
Ia melanjutkan, Pelatihan Duta Damai Dunia Maya ini bertujuan untukmenumbuhkan keadaran, membangun pemahaman, merangsang ketrampilan generasi muda dalam rangka montitoring dan evaluasi serta pembuatan konten propaganda kontra radikalisme di dunia maya.
Ia berharap, nantinya para duta damai dunia maya ini bisa menjadi agen pencerah, dan menjadi kekuatan serta modal besar untuk membendung paham radikal terorisme yang dapat menjerumuskan masyarakat dari bahaya radikalisme dan teroirmse.
Pada kesempatan itu, Brigjen Hamli juga memaparkan sejarah dan strategi penanggulangan terorisme di Indonesia dan dunia. Di awal paparannya, ia banyak menjelaskan motivasi dan doktrin-doktrin para pelaku terorisme. Salah satunya adalah pelaku teror bom Hotel JW Marriot dan Ritz Charlton.
“Bunuh diri, perintah Allah, fardu ain, 72 bidadari, masuk surga. Itulah doktrin-doktrin yang muncul dari mulut pelaku bom Marriot. Dan hasilnya banyak korban tewas karena bom itu dan itu sesuai kemauan dia. Nah, salah satu tugas duta damai dunia maya harus bisa melakukan counter narasi terhadap orang-orang yang menyebarkan narasi-narasi tadi. Counternya dengan gaya bahaya anak-anak milenal,” papar Hamli.
Selain itu juga dipaparkan hasil riset INSEP tentang motif teror di Indonesia, juga survei Potensi tantangan radikalisme yang dilakukan Wahid Foundation tahun 2016. Dalam riset INSEP disebutkan motif tertinggi orang menjadi radikal karena ideologi agama (45 persen), diikuti solidaritas komunal (20 persen), mob mentality atau ikut-ikutan (12,7 persen), balas dendam (10,9 persen), situasional (9,1 persen), dan separatisme (1,8 persen).
Sementara dari riset Wahid Foundation, didapat 72 persen umat islam Indonesia menolak radikalisme. 7,7 persen bersedia berpartisipasi melakukan aksi radikalisme, sedangkan 0,4 persen umat islam mengaku pernah berpartisipasi dalam kegiatan yang berpotensi kekerasan atas nama agama.
“Tugas kita jangan sampai yang 72 persen itu, karena yang 7,7 dan 0,4 persen ini cenderung berani. Kalau bisa yang 72 itu kita buat naik,” tandas Brigjen Hamli.