Dilema jurnalisme: Good news vs propaganda

Damailahindonesiaku.com – Terorisme adalah kejahatan yang luar biasa (extra-ordinary crime), salah satu tujuan dari terorisme adalah menimbulkan ketakutan dan kecemasan, sementara tujuan utamanya adalah mengurangi atau bahkan menghilangkan sama sekali kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Kerugian baik dalam bentuk infrasturktur maupun nyawa para anak, perempuan dan orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki hubungan sama sekali dengan terorisme merupakan fakta buruk yang harus ditelan akibat menggilanya terorisme.

Terorisme, karenanya, bertentangan dengan HAM dan sila kemanusian yang adil dan beradab. Aksi ini juga bertentangan dengan demokrasi karena memaksakan suatu kehendak. Agama, apapun jenis agamanya, sangat menolak terorisme, oleh karenanya terorisme adalah bentuk kesesatan. Demikian disampaikan oleh Sucipto, salah satu pembicara dalam sesi pertama di rangkaian acara bertema “Orientasi Penulisan Berita Radikalisme bagi wartawan dan redaktur media massa di Jawa Tengah” yang bertempat di kampus Universitas tujuh belas agustus semarang (16/6).

Menurut Sucipto, Pers dapat membangun kesadaran masyarakat melalui pemberitaan yang proporsional, karena pers memiliki kemerdekaan untuk memberitakan kejadian aktual secara proporsional, bukan saja untuk kepentingan pers tetapi juga untuk kepentingan bangsa dan negara. Meski demikian, Kemerdekaan itu bukan tanpa batas, karena jika tanpa batas, dikhawatirkan kemerdekaan tersebut dapat menabrak hak orang lain. Kemerdekaan yang dimiliki oleh pers tidak lepas dari etika dan norma yang berlaku dengan berdasarkan pada penghormatan terhadap hak asasi setiap orang.

Dalam konteks terorisme, pemberitaan yang salah tentu kontra produktif terhadap upaya menciptakan masyarakat yang damai, karena pemberitaan yang tidak proporsional tersebut dapat mengarahkan masyarakat untuk mengira bahwa para pelaku teror tersebut adalah pahlawan, benar-benar melakukan jihad. Karenanya ia berpesan agar awak media menyampaikan berita secara apa adanya.

Adagium yang berlaku selama ini tentang jurnalisme adalah bad news is a good news, padahal tidak demikian adanya. Jurnalisme yang baik adalah karya jurnalisme yang dapat memberikan makna kepada masyarakat luas, karenanya good news adalah good news, no matter what! Sementara bad news adalah pemberitaan yang tidak jujur, menyesatkan, dan tidak jelas sumbernya.

Barita yang baik harus berdasarkan fakta, tetapi harus diingat bahwa tidak semua fakta dapat dijadikan berita. Karenanya ada tahapan seleksi, memilah dan memilih, fakta mana yang layak untuk diangkat jadi berita, pertimbangan utamanya adalah dampak dari pemberitaan tersebut. Karenanya kearifan dan kedewasaan, profesionalitas awak media perlu dimiliki.