London – Predator seksual dan pria dengan riwayat kekerasan dalam rumah tangga, tertarik bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), karena dijanjikan bisa memperkosa dan perbudakan seks. Hal itu terungkap dalam penelitian terbaru yang dikeluarkan Henry Jackson Society. ISIS sengaja merekrut para predator seksual itu untuk melakukan teror terhadap kaum wanita.
Selama ini, ISIS memang terkenal sebagai ekstrimis yang menggunakan kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan, perbudakan seksual, dan pernikahan paksa, untuk meningkatkan perekrutan, menggembleng pejuang dan menghukum orang-orang kafir. Apalagi, pria dari kalangan Muslim sangat konservatif karena banyak yang berasal dari budaya di mana hubungan seksual dan kencan santai diperlakukan sebagai tabu.
Ketua Commons Home Affairs Select Committee, Yvette Cooper seperti dikutip dari ‘Metro UK’, Senin (9/10/2017) mengatakan, ISIS juga dilaporkan menggunakan perdagangan manusia, termasuk perdagangan budak seks, sebagai cara untuk mendanai aktivitas teroris mereka. Laporan ‘Trafficking Terror’ juga menemukan bahwa teroris menggunakan taktik kejahatan terorganisir seperti pencucian uang, penyelundupan migran, narkoba, dan penyelundupan senjata api.
“ISIS, Boko Haram, dan kelompok kejahatan lainnya, melihat perdagangan manusia sebagai aliran pendapatan yang sangat besar. Kami tahu bahwa teroris menggunakan kekerasan seksual sebagai salah satu senjata yang mereka gunakan untuk membagi dan menciptakan ketakutan di dalam masyarakat. Hal itu sangat penting untuk dikenali dalam interpretasi teror dalam undang-undang kita saat ini,” kata Yvette Cooper.
Sementara itu, penulis Nikita Malik menambahkan, uang tebusan yang diperoleh ISIS terkadang terkait dengan kekerasan seksual. Masyarakat internasional harus mengenali dan mengatasi perhubungan antara kriminalitas dan keamanan ini. Aliran pendapatan historis, termasuk perpajakan dan penjualan minyak ke kelompok seperti Negara Islam dan Boko Haram menurun.
“Sekarang diganti dengan upaya penyanderaan dan penyelamatan, yang berarti perbudakan modern dapat meningkat saat Dae berjuang untuk mempertahankan cadangan keuangannya. Studi tersebut menyarankan agar hukum Inggris ditafsirkan lebih luas untuk membantu memerangi kekerasan seksual yang digunakan sebagai taktik terorisme,” pungkas Nikita Malik.