Jakarta – Paham radikalisme negatif seperti intoleransi, anti Pancasila, anti NKRI dan penyebaran paham takfiri yang dapat berujung pada aksi terorisme akhir-akhir ini sudah sangat mengawatirkan. Sasaran yang menjadi incaran kelompok-kelompok untuk dsisuspi paham-paham radikal negatif pun juga beragam, mulai dari anak usia dini, pelajar, mahasiswa dan bahkan orang tua. Namun akhir- akhir ini yang gencar terjadi adalah penyebaran paham radikalisme negatif tersebut ada di lingkungan perguruan tinggi (kampus) .
Hal tersebut dikatakan Kasubdit Kontra Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Kolonel Pas. Drs. Sujatmiko saat memberikan kuliah umum tentang ‘Ancaman dan Bahaya Radikalisme Terorisme ’ dihadapan sekitar 350 mahasiswa baru beserta para dosen di lingkungan Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti, Jakarta, Sabtu (8/9/2018).
“Penyebaran di lingkungan kampus sendiri saat ini sudah cukup tinggi. Untuk itu adik-adik sebagai generasi calon pemimpin bangsa ini harus bisa mewaspadai dan mengidentifikasi terhadap lingkungan sekitarnya di kampus,” ujar Kolonel Pas. Sujatmiko dalam paparannya
Dikatakannya ideologi radikal ini dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain bersikap intoleran terhadap orang lain selain kelompoknya, fanatik terhadap paham, kaku atau tidak moderat, ekslusif dan cenderung bersikap anarkis.
“Adik adik ini adalah calon-calon pemimpin yang akan meneruskan keberlangsungan negara ini, maka tolong perhatikan dengan baik-baik, jangan sampai terpapar paham radikal teroris yang saat ini sedang gencar disebarkan oleh kelompok radikal teroris yang berafiliasi ke ISIS dan sebagainya,” tuturnya.
Lebih lanjut pria kelahiran Magelang ini meminta kepada para mahasiswa dan pihak kampus untuk dapat mengenali dan mengidentifikasi ciri ciri penyebaran paham radikalisme di lingkungan kampus.
“Biasanya mereka ini tidak menyukai sistem demokrasi, mereka tertutup dan tidak mau terbuka dengan pandangan lain apalagi terhadap yang beda keyakinan, mudah mengkafirkan orang, ingin menegakkan hukum agama dengan mengganti dasar negara, melakukan kajian atau diskusi secara tertutup.Nah kalau sudah menemui orang yang punya ciri ciri seperti itu patut diwaspadai, laporkan ke kami nanti kita ajak bicara,” tuturnya.
Dirinya menjelaskan kalau radikalisme itu diibaratkan sebagai hantu yang mana susah dilihat secara langsung, tapi selalu menimbulkan ketakutan dan keresahan semua lini kehidupan masyarakat. Apalagi radikalisme itu akan berujung pada aksi terorisme. Karena itu radikalisme dan terorisme harus dilawan bersama-sama demi untuk menyelamatkan masa depan bangsa dan negara.
“Memahami radikalisme tidak bisa hanya berasumsi, tapi paling tidak mendasari hal itu dari penelitian. Dan dari penelitian yang dilakukan beberapa lembaga, didapatkan fakta yang cukup memprihatinkan. Seperti penelitian Wahid Institute, 7,7 persen dari seluruh penduduk Indonesia bersedia melakukan tindakan terorisme. Bayangkan 7,7 persen dari kurang leih 250 juta penduduk. Ini jelas perlu upaya untuk menguranginya dan 0,4 persen mengatakan pernah melakukan aksi kekerasan,” ujar alumni Sepa PK TNI tahun 1995 ini.
Dari fakta itulah, ujarnya BNPT terus menggalakkan program-program penanggulangan terorisme, salah satuya adalah duta damai dunia maya. Menurutnya, keberadaan duta damai dunia maya sangat penting untuk menyuarakan dan memenuhi dunia maya dengan konten damai dan positif.
“Pekan ini kami mengadakan sarasehan dengan mengumpulkan sekitar 40 orang youtuber yang punya minimal subscribenya 20 ribu per orang. Kita ajak mereka untuk membuat konten konten perdamaian dengan menanamkan toleransi tinggi terhadap sesama untuk mencegah agar radikalisme dan terorisme tidak menjalar ke generasi muda,” kata pria yang karir militernya banyak dihabiskan di Satuan Bravo 90/Anti Teror Paskhas TNI-AU ini.
Lebih lanjut dirinya juga menerangkan bahwa sekarang ini, dengan adanya Gadget yang
terkoneksi dengan internet sangat memungkinkan orang untuk saling terhubung tanpa hambatan. Celah inilah yang digunakan oleh kelompok radikal untuk menyebarkan paham kekerasan dengan menggunakan agama sebagai justifikasi pembenarannya.
“Dunia maya begitu dekat dengan kita, waktu keseharian kita mungkin habis lebih banyak dengan bermain Handpone maka setiap mendapatkan informasi baiknya kroscek dahulu validitas kebenaran berita tersebut, jangan ditelan mentah – mentah, jangan langsung share, karena akan sangat berbahaya, dapat menyebabkan perselisihan bahkan perpecahan antar sesama anak bangsa.” tegas mantan Komandan Batalyon Komando 466/Pasopati Paskhas ini
Oleh karena itu menurutnya, ditengah penyebaran radikalisme dan terorisme yang sudah masuk ke semua lini kehidupan, maka ia berharap para mahasiswa bisa berperan penting dalam mencegah penyebaran paham-paham radikalsime negatif di lingkungan kampus.
“Jangan sampai negara kita ini seperti negara-negara yang sedang berkonflik di Timur Tengah dan lain-lain yang membawa nilai agama untuk kepentingan politik. Dulu negara-negara itu kaya raya. Tetapi , akibat adanya radikalisme dan terorisme, mereka kini hancur. Kita harus berbuat agar negara tidak seperti negara-negara itu,” ujar alumni Fisip Universitas Diponegoro Semarang ini.
Untuk itu dirinya juga menekankan kepada para siswa untuk lebih perduli dengan lingkungan sekitar. Sekarang ini kesadaran akan keamanan lingkungan mulai berkurang, maka perlu diintensifkan kembali.
“Kurangnya kepedulian masyarakat akan menyebabkan kelompok radikal lebih leluasa menjalankan propaganda paham radikalnya, oleh karenanya harus lebih perduli dengan kondisi sekitar,” ujarnya mengakhiri