Jakarta – Ujaran kebencian terus menggema di media sosial. Kubu yang berseberangan saling menyerang hingga menyulut suasana panas dan runcing. Menurut pengamat politik Universitas Indonesia Donni Edwin, itulah sisi negatif media sosial yang harus diatasi.
Tampaknya, untuk menghentikan sahutan ujaran kebencian tersebut ada baiknya pengguna medsos mengambil posisi diam alias mengabaikan masalah (topik) yang sedang dibahas dan tidak bakal ada jalan penyelesaiannya. Dengan demikian, masalah tidak menjadi berkembang dan saling menjelekkan. “Saya setuju bahwa langkah terbaik adalah mengabaikannya,” katanya kepada Damailahindonesiaku.com, Rabu (6/12/2017).
Tetapi, katanya, yang paling berbahaya adalah penyebaran berita fitnah, berita bohong, ujaran kebencian, dan hasutan melalui medsos. Dan sayangnya, banyak warganet yang terpengaruh dengan berita semacam itu.
“Tampaknya, menurut saya, dibutuhkan semacam pendidikan bagi warganet tentang bagaimana menyikapi berita dan ujaran di medsos. Tujuannya adalah agar warganet dapat menjadi warganet cerdas. Dalam hal ini adanya inisiatif dari kelompok yg menamakan dirinya sbg “kelompok anti hoax” patut diapresiasi,” katanya.
Dikatakan, kebijakan pemerintah tentang registrasi simcard diharapkan dapat menurunkan kecenderungan medsos menjadi sarana fitnah, kebohongan, ujaran kebencian, dan hasutan terhadap warganet.