Dialog Moderasi Beragama Penting DIbudayakan Dalam Keluarga

Jakarta – Dialog moderasi beragama dalam keluarga sangat penting dalam
membangun komunikasi dan kerukunan baik di dalam keluarga maupun
lingkungan sekitar. Kalau dialog sudah menjadi budaya dalam keluarga,
maka segala permasalahan bisa diselesaikan dengan baik.

“Ayah, ibu, dan anak-anak kita sebenarnya memiliki komunikasi dan
kolaborasi yang sangat baik ketika semuanya bisa dikondisikan,” ujar
Dosen Farmasi UIN Alauddin Makassar Alwiyah Nur Syarif di Jakarta,
Minggu (7/1/2024).

Hal ini disampaikan Alwiyah yang juga merupakan Instruktur Nasional
Moderasi Beragama dalam Puncak acara Hari Amal Bhakti (HAB) ke-78
Kementerian Agama di X Stage Hall B Jakarta Convention Center oleh
Balitbang Diklat.

Menyoroti kondisi era modernisasi saat ini, Alwiyah menyatakan
keprihatinannya terhadap tren di mana orang lebih cenderung terpaku
pada media sosial daripada dunia nyata.

Dia menegaskan bahwa kurangnya komunikasi dan perhatian dari orang tua
kepada anak-anak dapat membuat hubungan menjadi renggang, bahkan jika
tidak bijak, faktor digital dapat merusak ikatan keluarga.

Alwiyah juga membahas tentang kesalahpahaman terkait dengan Moderasi
Beragama (MB). Dia menjelaskan bahwa MB adalah gerakan atau program
pemerintah, khususnya Kementerian Agama, untuk menyatukan Indonesia.
Moderasi beragama ini berbasis pada negara, masyarakat, keluarga, dan
individu.

Penerapannya pada Parenting Moderasi Beragama menjadi kunci untuk
memperkuat struktur keluarga yang merupakan bagian terkecil dari
sistem negara.

“Moderasi beragama menjadi pondasi dan semangat untuk para orang tua
dan anak-anak agar hubungan keluarga menjadi lebih baik. Moderasi
beragama dengan Parenting, menekankan bahwa dalam moderasi beragama,
spirit dalam mengelola rumah tangga dan mendidik anak sangat erat
terkait,” tegas Alwiyah.

Sementara itu, Mona Ratuliu, ibu dari lima anak ini, memberikan
pandangan unik terkait tantangan yang dihadapi keluarga modern. Dia
mengungkapkan bahwa banyak keluarga cenderung mencari bantuan dari
guru atau profesional seperti psikolog ketika menghadapi masalah.

Bagi Mona, yang lebih penting adalah pandangan orangtua terhadap
konsultasi tersebut. Dia menekankan bahwa orangtua memiliki tanggung
jawab penuh terhadap tumbuh kembang anak-anak mereka.

“Jangan hanya mengandalkan psikolog atau guru. Menjadi orang tua itu
seperti menjadi murid seumur hidup. Belajar terus untuk memahami cara
berkomunikasi dengan anak-anak yang berkembang, baik itu balita maupun
anak yang sudah kritis,” katanya.