Medan — Sebanyak 35 peserta program Kaderisasi Pemimpin Oikumene Gereja HKBP, yang terdiri dari pendeta dan calon pendeta dari berbagai daerah, mengunjungi Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumatera Utara (UINSU) pada Selasa siang (22/7/2025). Kunjungan ini menjadi bagian dari rangkaian penguatan wawasan lintas iman dan upaya membangun kolaborasi antarumat beragama.
Rombongan disambut hangat oleh jajaran akademisi UINSU, termasuk Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam, Dr. Maraimbang Daulay, yang menyambut baik pertemuan ini sebagai awal dari komitmen bersama dalam membangun masyarakat yang damai dan inklusif.
“Ini pertama kalinya kami menerima kunjungan resmi dari rombongan HKBP. Kami merasa sangat senang dan berharap dialog seperti ini bisa berlanjut. Ada semangat bersama untuk memperluas pengertian dan memperkuat harmoni dalam keberagaman bangsa,” ujarnya.
Kegiatan utama dari kunjungan ini adalah diskusi lintas agama yang berlangsung interaktif dan terbuka. Topik yang dibahas mencakup sejarah penyebaran Islam dan Kristen, dinamika toleransi, hingga isu-isu sosial dan kemanusiaan kontemporer.
Kepala Biro Oikumene HKBP, Pendeta Mika Purba, menyampaikan apresiasinya atas sambutan yang diberikan UINSU. Ia menilai dialog seperti ini penting untuk mengikis prasangka dan mendorong transformasi pemikiran dalam kehidupan keagamaan.
“Kami merasa disambut dengan sangat terbuka. Para dosen UINSU telah memberi pencerahan kepada kader-kader pemimpin HKBP dalam melihat realitas keberagaman secara lebih positif,” ungkap Mika.
Ia menambahkan, melalui pertemuan lintas iman ini, para peserta belajar bahwa konservatisme agama tidaklah kaku dan bisa mengalami transformasi ketika dibuka ruang dialog.
“Kami berharap kaderisasi ini bisa menjadi wadah untuk meninggalkan fanatisme sempit dan radikalisme dalam memahami agama. Sebaliknya, justru memperkuat semangat kolaborasi lintas iman dalam menjawab tantangan sosial di masyarakat,” tegasnya.
Mika juga menekankan bahwa yang terpenting bukan terfokus pada perbedaan antaragama, melainkan pada potensi kebersamaan dan kerja sama untuk kebaikan bersama.
“Bukan soal membicarakan perbedaan terus-menerus, tapi apa yang bisa kita lakukan bersama sebagai umat beragama dalam masyarakat yang majemuk,” pungkasnya.
Melalui dialog yang berlangsung dalam suasana persaudaraan, kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa ruang akademik dapat menjadi jembatan pemersatu lintas keyakinan, sekaligus memperkuat fondasi perdamaian dalam keberagaman Indonesia.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!