Jakarta – Meski jauh dari tanah air, ratusan generasi muda Indonesia masa kini (milenial) sangat bersemangat mendatangi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Seoul, Korea Selatan (Korsel), Minggu (15/4/2018) lalu. Mereka berkumpul dan melakukan dialog kebangsaan dengan berbagai elemen masyarakat Indonesia di Seoul dan sekitarnya, terutama masalah kebangsaan dan kebhinekaan.
Dialog bertema “Mengelola Keberagaman, Memperteguh Ke-Indonesiaan” menghadirkan Romo Benny Susetyo dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Dialog itu juga dihadiri Dubes RI untuk Korea Selatan Umar Hadi.
Dialog mengalir dan menjangkau nilai-nilai kritis semua yang hadir. Berbagai pertanyaan pun tak berhenti disampaikan. Mulai dari persoalan bagaimana membumikan Pancasila dalam kehidupan sehari – hari. Juga bagaimana mengelola informasi yang mereka terima dalam dilema paradox of plenty. Hingga bagaimana memupuk keniscayaan sebagai satu bangsa di tengah berbagai hantaman pergesekan nilai-nilai modernitas yang kerap memunculkan sisi egosentris baik di kalangan millennial sendiri maupun elit politik di Tanah Air.
Menjawab serentetan pertanyaan yang mengemuka, Romo Benny secara lugas membedah satu – persatu secara sederhana namun mengena. “Membumikan Pancasila itu sudah tidak lagi dengan menghapal puluhan butir-butir nilai Pancasila. Namun salah satunya adalah dengan mendulang prestasi tinggi serta membangun solidaritas dan jejaring. PR kita bersama yaitu bagaimana bangsa Indonesia membangun peradaban dan menjadi generasi yang tercerahkan,” ujar Romo Benny dikutip dari lama kemlu.go.id.
Selain itu, Romo Benny juga menggarisbawahi tantangan media sosial yang banyak membuat kaum millennial menjadi terdisorientasi. “Kesadaran literasi digital masyarakat Indonesia harus diakui belum begitu tinggi. Serbuan berita hoax melalui media sosial masih belum bisa dikendalikan sepenuhnya. Untungnya sekarang mulai tumbuh komunitas millennial yang bertujuan memutus berita hoax yang menghujani media sosial di Tanah Air,” terang Romo Benny.
Menyoal keberagaman yang ada, Duta Besar RI Umar Hadi untuk Korea Selatan turut memberikan pendapatnya. “Indonesia sudah fitrahnya sebagai negara berbhinneka tunggal ika. Dan saat ini hampir seluruh bangsa di dunia ini menghadapi masalah yang sama, terutama dalam sisi kultural. Tarikan ke luar dan ke dalam, sentrifugal dan sentripetal, terus menerus menghimpit. Sensitifitas sukuisme, kedaerahan, bahkan agama timbul bersamaan dengan berbagai faham dari luar seperti liberalisme maupun komunisme. Kesemuanya ini dapat menyebabkan ke-Indonesiaan kita menjadi luntur,” ungkap Dubes.
Untuk mengatasi hal tersebut, Dubes Umar memberikan solusi kepada para milennial untuk banyak membaca. “Yang harus kita pelajari adalah bangsa mana yang berhasil keluar dari permasalahan tersebut dan tidak menjadi tertutup,” pesan Dubes.
Acara Dialog Kebangsaan diselenggarakan oleh PERPIKA bekerja sama dengan KBRI Seoul dengan tujuan untuk menanamkan serta memupuk rasa dan nilai-nilai keindonesiaan di kalangan generasi muda Indonesia di luar negeri. Dialog berhasil membangun kepercayaan diri para millennial ini untuk semakin bangga terhadap Tanah Air dan Bangsa dan senantiasa berupaya untuk melihat perbedaan sebagai suatu kekuatan guna membangun Indonesia yang lebih baik.
Dialog dihadiri tak kurang dari 70 millenial Indonesia di Korsel. Mereka merupakan perwakilan dari berbagai organisasi sosial kepemudaan yang ada seperti Persatuan Pelajar Indonesia, PCINU, PCI Muhamadiyah, Persekutuan Gereja Indonesia, Komunitas Katolik Indonesia, Komunitas Muslim Indonesia hingga kelompok Gamelan dan Tari Tradisional Indonesia di Korsel.